Jumat, 18 Oktober 2013

Sistem Saraf Otonom

SISTEM SARAF OTONOM
System saraf otonom disebut juga system saraf visceral, bekerja pada otot polos dan kalenjar. Fungsi dari sitem saraf otonom adalah mengendalikan dan mengantur jantung, system pernafasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata, dan kalenjar. System saraf otonom mempersarafi otot polos, tetapi system saraf otonom merupakan system saraf involunter yang kita tidak atau sedikit bisa kendalikan. Kita bernafas dan jantung kita berdenyut sehingga menimbulkan peristaltik terjadi tanpa kita sadari. Tetapi tidak seperti system saraf otonom, system saraf somatic merupan system volunteer yang mempersarafi otot rangka, yang dapat kita kendalikan.
Perbedaan pokok antara system saraf otonom dengan system saraf somatic :
1.      Saraf otonom menginnervasi semua struktur dalam badan, kecuali otot rangka (otot lurik)
2.      Sinaps saraf otonom terletak dalam ganglion yang berada di luar susunan saraf pusat.
Sinaps saraf somatic terletak di dalam susunan saraf pusat.
3.      Saraf otonom membentuk flexsus yang terletak di perifer(di luar susunan saraf pusat) dan saraf somatic tidak berflexsus.
4.      Saraf somatic diselubungi dengan sarung myelin, saraf otonom post ganglion tidak bersarung myelin.
5.      Saraf otonom menginnervasi sel effektor yang bersifat otonom. Artinya bahwa sel effektor masih dapat bekerja tanpa persarafan. Sebaliknya jika saraf somatic putus maka alat yang bersangkutan mengalami paralisis.
Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada system saraf perifer adalah:
1.      Neuron aferen atau sensorik
Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistenm saraf pusat dimana impuls itu diinterpretasikan.
2.      Neuron eferen atau motorik
Neuron eferen menerima impuls atau informasi dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur eferen dalam system saraf otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Yang keseluruhannya disebut sebagai system saraf simpatis dan system saraf parasimpatis.
System saraf simpatis dan system saraf parasimpatis bekerja pada organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya homeostasis atau keseimbangan.
Kerja obat-obat pada system saraf simpatis dan parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau menekan.

System saraf simpatis
System saraf simpatis juga dikenal sebagi system adrenergic karena dulu diperkirakan bahwa adrenalin merupakan neurotransmitter yang mempersarafi otot-otot polos. Kini neurotransmitter dikenal sebagai norepinefrin yaitu sebagai obat adrenergik atau simpatomimetik. Obat-obat itu juga dikenal dengan nama antagonis adrenergic karena memulai respon pada tempat reseptor adrenergic atau simpatolitik. Mencegah respon pada tempat reseptor. Ada tiga jenis sel-sel organ reseptor adrenergic yaitu alfa, beta 1, dan beta 2. Norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf terminal dan merangsang reseptor sel untuk menghasilkan suatu respon.

System saraf parasimpatis
System saraf parasimpatis juga dikenal seabagi system kolinergik karena neurotransmitter yang tedapat pada ujung neuron yang mempersarafi otot adalah asetilkolin. Obat-obatan yang menyerupai asetilkolin disebut sebagai obat-obat kolinergik atau parasimpatomimetik. Obat-obat itu juga dikenal dengan nama agonis kolinergik karena memulai respon kolinergik, sebaliknya obat-obat yang menghambat efek atsetilkolin disebut sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik. Obat-obat ini dikenal sebagai nama antgonis kolinergik karena menghambat efek asetilkolon pada organ. Reseptor-reseptor kolinergik pada sel-sel organ dapat bersifat nikotinik atau muskarinik yang berarti mereka dirangsang oleh alkaloid nikotin atau muskarin. Asetilkolin merangsang sel saraf reseptor untuk menghasilkan suatu respon, tetapi enzim asetilkolinesterase dapat mengaktivasi asetilkolin sebelum ia mencapai sel reseptor. Obat-obat yang menyerupai neurotransmitter norepinefrin dan asetilkolin menghasilkan respon yang saling berlawanan pada organ yang sama contohnya: suatu obat adrenergik (simpatomimetik) meningkatkan denyut jantung sedangkan obat kolinergik (parasimpatomimetik menurunkan denyut jantung. Tetapi suatu obat yang menyerupai system saraf simpatis dan suatu obat yang menghambat system saraf parasimpatis dapat menghasilkan respon yang serupa pada organ, contohnya: obat-obat simpatotimetik dan parasimpatolitik, keduanya meningkatkan denyut jantung. Penghambat adrenergic dan obat kolinergik, keduanya menurunkan denyut jantung.
Asetilkolin menghatarkan semua sinyal parasimpatis ke organ akhir (hati, paru-paru, dll) dengan cara mengikat reseptor muskarinik (M). Dan lagi, asetilkolin memainkan tiga peranan penting lain dalam neurotransmisi.
a.       Transmisi ganglionik: asetilkolin menghantarkan impuls simpatis maupun parasimpatis dari neuron “preganglionik” dalam otak dan medula spinalis ke reseptor-reseptor ganglionik nikotinik (N8) pada neuron “pascaganglionik” di sistem saraf otonom. Hal ini terjadi pada ganglia simpatis yang terletak disepanjang medula spinalis, dan pada ganglia arasimpatis, yang terletak dekat organ akhir. Karena semua transmisi ganglionik bersifat kolinergik, obat-obatan yang memblok transmisi ganglionik menghambat sinyal simpatis maupun parasimpatis, tergantung sistem mana yang dominan pada saat itu.
b.      Transmisi neuromuskular: asetilkolin, yang dilepaskan ari neuron-neuron, menyebabkan kontraksi otot dengan cara berikatan dengan reseptor otot nkotinik (Nm) pada sel-sel otot, yang menyebabkan influks kalsium.
c.       Neurotransmisi pusat: asetilkolin adalah neurotransmiter dalam otak, yang bekerja terutama melalui reseptor muskarinik.




Sebelum mempelajari obat-obat tertentu yang engubah neurotransmisi, penting memikirkan bagaimana pesan dihantarkan dari satu neuron ke neuron lainnya dan strategi yang ada untuk meningkatkan atau menekan neurotransmisi. Proses-proses yang terlibat adalam neurotransmisi:
1.      Neurotransmiter disintesis dari prekursor kimia
2.      Dimasukkan ke dalam vesikel pada termina prasipnatik
3.      Saraf prasipnatik dirangsang sehingga membuat vesikel-vesikel sinaptik berfusi dengan membran sipnatik dan melepaskan neurotransmiter itu
4.      Neurotransmiter berdifusi melintasi celah sinaptik dan dapat berikata dengan reseptor pascasinaptik
5.      Pengikatan neurotransmiter dengan reseptor mengakibatkan pembukaan saluan ion atau pengaktifan “pembawa pesan kedua” seperti cAMP atau inositol fosfat
6.      Influks ion atau pengaktifan pesan kedua ini menyebabkan kerja sel pascasinaptik (is depolarisasi). Molekul-molekul neurotransiter yang tidak berikatan dengan reseptor pascasinaptik dihancurkan oleh enzim-enzi degradasi diabil ke dalam neuron prasinaptik untuk didaur ulang, atau menyebar dari celah sipnatik.

Neotransmisi otonom melibatkan dua neuron, neuron prasinaptik dan pascasinaptik. Neuron prasinaptik menyebar dari otak ke ganglion otonom tempat mereka menghantarkan sinyal SSP ke neuron pascasinaptik dengan melepaskan asetilkolin ke celah sinaptik, yang merupakan ruang diantara dua neuron tersebut. Neuron-neuron pascasinaptik (mis. Hati, lambung) dengan melepaskan norepinefrin (neuron simpatis).

Zat-zat yang berguna secara klinis untuk meningkatkan neurotransmisi meliputi:
a.       Agonis reseptor
b.      Zat yang menginduksi pelepasan neurotransmiter
c.       Obat yang mencagah degradasi transmiter


Zat-zat yang berguna secara klinis untuk menekan neurotrmisi meliputi:
a.       Bloker saraf prasipnatik
b.      Antagonis reseptor



















SUSUNAN SARAF OTONOM

JARINGAN/ORGAN TUBUH
RESPON SIMPATIS
RESPON PARASIMPATIS
Mata
Dilantasi pupil
Konstriksi pupil
Paru-paru
Dilantasi bronkiolus
Konstriksi bronkiolus dan sekresi bertambah
Jantung
Denyut jantung meningkat
Denyut jantung menurun
Pembuluh darah
Konstruksi pembuluh darah
Dilatasi pembuluh darah
Gastrointestinal
Relaksasi otot-otot polos dari saluran gastrointestinal
Peristaltik meningkat
Kandung kemih
Relaksasi otot kandung kemih
Konstraksi kandung kemih
Uterus
Relaksasi otot uterus
-
Kelenjar saliva
-
Salivasi bertambah









RESPON SIMPATIS DAN PARASIMPATIS TERHADAP OBAT

SIMPATIS
PARASIMPATIS
RESPONS
Simpatomimetik
Parasimpatomimetik
Respons berlawanan
Simpatolitik
Parasimpatolitik
Respons berlawanan
Simpatomimetik
Parasimpatolitik
Respons serupa
Simpatolitik
Parasimpatomimetik
Respons serupa























SUMBER

Kee, Joyce L dan Evelyn R. Hayes.1996.Farmakologi.Jakarta: EGC

Olson, James.2004.Belajar Mudah Farmakologi.Jakarta:EGC

Tanu,Ian.1969.Farmakologi dan Terapi.Jakarta:Farmakologi FKUI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar