Kamis, 10 September 2015

tanaman herbal - Kayu Manis



Kayu Manis (Cinnamomum burmani (nees) Bl.)
1.        Tanaman  Kayu Manis
Nama ilmiah : Cinnamomum burmani (Nees.) BI.
Nama asing : Kaneelkassia, Cinnamomum tree (inggris); yin xiang (cina), rou gui (Tionghoa).
Nama daerah : (Sumatera) Holim, holim manis, modang siak–siak (Batak),
kanigar, kayu manis (Melayu), madang kulit manih (Minang kabau). Jawa: Huru mentek, kiamis (Sunda), kanyengar (Kangean). (Nusa tenggara) Kesingar, kecingar, cingar (bali), onte (Sasak), Kaninggu (Sumba), Puu ndinga (Flores).
Kayu manis dibudidayakan untuk diambil kulit kayunya, di daerah pegunungan sampai ketinggian 1.500 m. Tinggi pohon 1-12 m, daun lonjong atau bulat telur, warna hijau, daun muda berwarna merah. Kulit berwarna kelabu; dijual dalam bentuk kering, setelah dibersihkan kulit bagian luar, dijemur dan digolongkan menurut panjang asal kulit (dari dahan atau ranting) (Haris, 1990)
Kayu manis (Cinnamomum burmani) merupakan rempah-rempah dalam bentuk kulit kayu yang biasa di manfaatkan masyarakat indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Selain sebagai penambah cita rasa masakan dan pembuatan kue, tumbuhan kayu manis di kenal punya berbagai khasiat. Kayu manis mempunyai kandungan senyawa kimia berupa fenol, terpenoid, dan saponin yang merupakan sumber antioksidan (Hhliwel, 2007).
2.        Klasifikasi dan Morfologi Kayu Manis
Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Gymnospermae
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Policarpicae
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum burmannii
Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral. Panjangnya sekitar 9–12 cm dan lebar 3,4–5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning, ukurannya kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua berwarna ungu tua (Rismunandar dan Paimin, 2001).
3.        Kandungan
Kayu manis mengandung minyak atsiri, eugenol, safrole, cinnamaldehyde, tannin, kalsium, oksalat, damar, zat penyamak. Kadar komponen kimia kulit kayu manis, tergantung pada daerah asal, secara rinci komposisi kimia kayu manis sebagai berikut: kadar air 7,9%, minyak asiri 3,4%, alkohol ekstrak 8,2%, abu 4,5%, abu larut dalam air 2,23%, abu tidak dapat larut 0,013%, serat kasar 29,1%, karbohidrat 23,3%, eter ekstrak yang tidak menguap 4,2%, nitrogen 0,66%.
4.        Efek farmakalogis dan hasil penelitian
Kayu manis memiliki efek farmakologis sebagai berikut peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat(diaforetik), antirematik, meningkatkan nafsu makan (stomakik), menghilangkan nyeri (analgetik),. Sifat kimiawinya pedas, sedikit manis hangat dan wangi.
5.        Khasiat dari kayu manis
Menurut penjelasan pakar obat-obatan herbal, Prof. Hembing Wijayakusuma, Kayu manis juga berkhasiat untuk menghangatkan limpa dan ginjal, melancarkan sirkulasi darah, meredakan rasa sakit (analgesik), menambah nafsu makan, peluruh kentut (karminatif). Kayu manis, selain dapat digunakan untuk bumbu makanan, juga dimanfaatkan sebagai antiseptik karena asiri mempunyai daya bunuh terhadap mikroorganisme. Dari hasil penelitian minyak asiri kayu manis dapat membunuh baksil thypus hanya dalam waktu 12 menit, sedang minyak cengkih waktunya mencapai 25 menit. Minyak asiri dapat dijadikan obat penyakit disentri, penyembuh reumatik, mencret, pilek, sakit usus, jantung, pinggang dan darah tinggi. Manfaat lain dari minyak kayu manis adalah memiliki efek untuk mengeluarkan angin dan membangkitkan selera atau menguatkan lambung. Selain itu, minyaknya dapat digunakan dalam industri sebagai obat kumur dan pasta, penyegar aroma sabun, deterjen, lotion, parfum dan cream. Untuk pengolahan makanan dan minuman, minyak kayu manis dipergunakan sebagai pewangi dan peningkat cita rasa kue/masakan (gulai dan sup), aroma minuman ringan (softdrink) dan minuman keras.
Pengobatan Cina dan Ayurveda India telah lama mempercayai kayu manis dan digunakan untuk mengobati kondisi seperti flu, gangguan pencernaan, dan kram. Juga diyakini bisa meningkatkan energi, vitalitas dan sirkulasi darah. Kemungkinan manfaat mengkonsumsi kayu manis ini berasal dari senyawa kimia yang banyak difokuskan banyak penelitian yaitu cinnamaldehyde. Senyawa organik ini yang memberikan rasa manis pada kayu manis. Dari sinilah disimpulkan bahwa kayu manis mungkin berkhasiat sebagai berikut
a)         Arthritis:
Dalam evaluasi 122 ramuan Cina untuk pengurangan kadar asam urat, ekstrak kayu manis cassia adalah yang paling efektif untuk menekan enzim yang menyebabkan produksi asam urat. Madu dan kayu manis yang dikombinasikan bisa meredakan nyeri arthritis.
b)        Diabetes tipe 2:
Orang dengan diabetes tipe 2 yang diberi ekstrak kayu manis secara signifikan mengalami penurunan kadar gula darah. Hal ini karena kayu manis kemampuan untuk meningkatkan metabolisme glukosa hingga sekitar 20 kali, sehingga bisa secara signifikan meningkatkan regulasi gula darah.Kayu manis juga memperlambat pengosongan lambung, membantu mengurangi peningkatan gula darah setelah makan, dan meningkatkan sensitivitas insulin. Bioflavonoid yang yang terdapat dalam kayu manis dikenal sebagai proantosianidin, yang dapat mengubah aktivitas insulin dalam sel-sel lemak. Dalam studi lain, para peneliti yang menggunakan ekstrak Cassia dan ekstrak Ceylon, menemukan bahwa jenis Cassia lebih efektif untuk diabetes pada tikus yang diteliti dalam uji toleransi glukosa .
c)         Kesehatan jantung:
Penelitian telah menunjukkan bahwa kayu manis bisa mengurangi lipid, juga memiliki adhesi platelet dan sifat anti inflamasi. Dalam sebuah studi ini juga menunjukkan bahwa hanya mengkonsumsi 6 gram kayu manis setiap hari bisa mengurangi trigliserida, serum glukosa, kolesterol LDL, serta total kolesterol pada individu dengan diabetes tipe 2.
Khasiat lainnya :
a.         Memiliki sifat antijamur, sehingga candida tidak bisa hidup pada daerah kayu manis.
b.        Dapat mengurangi proliferasi leukemia dan sel kanker limfoma.
c.         Memiliki efek anti-pembekuan darah.
d.        Bila ditambahkan kedalam  makanan, kayu manis akan menghambat pertumbuhan bakteri dan pembusukan makanan, sehingga makanan awet secara alami.
e.         Bau kayu manis meningkatkan fungsi kognitif dan memori.
f.         Melawan bakteri E. coli dalam jus yang tidak dipasteurisasi.
g.        Obat alami yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala dan migrain.
h.        Bisa menghilangkan bau mulut tak sedap, karena cinnamaldehyde kayu manis memiliki efek antimikroba dan bakteri pada lidah yang menyebabkan bau mulut.
i.          Cinnamaldehyde yang berasal dari kulit kayu manis Cassia mengaktifkan efek antioksidan yang melindungi sel epitel pada usus manusia, yang potensial terhadap kanker usus besar .
Demikian khasiat dan manfaat kayu manis bagi kesehatan, namun ditemukan jika dikonsumsi dalam jumlah besar bisa menjadi racun. Hanya pergunakan sejumput atau sedikit batang kayu manis dalam teh atau kopi, masakan, dll  untuk menjaga kesehatan Anda secara keseluruhan.
6.        Indikasi
Mengatasi tumor dalam perut, membantu kanker serviks, sakit lambung, gangguan pencernaan, tidak datang haid, batuk, demam, sesak napas, rematik, serta diare karena kondisi badan lemah dan dingin.
7.        Kontraindikasi
Kontraindikasi kayu manis adalah wanita hamil, penderita demam, dan pendarahan. Selain itu ada sumber mengatakan efek samping dari mengkonsumsi kayu manis pada seseorang yang memiliki kondisi tertentu dan kekebalan yang sangat sensitif adalah
a.         Seseorang  yang menderita masalah ginjal. Mungkin mengalami gagal ginjal akibat mengkonsumsi kayu manis secara berlebihan
b.         Salah satu efek samping dari kayu manis adalah memiliki anti-pembekuan darah. Jadi apabila seseorang yang mempunyai masalah dalam pembekuan darah. Sebaiknya menghindari untuk mengkonsumsi tanaman ini, agar tidak mengakibatkan perdarahan yang berlebihan.
c.         Beberapa orang bahkan dapat merasakan reaksi alergi terhadap bubuk kayu. Hal ini menyebabkan iritasi dan gatal-gatal pada kulit dan ruam yang menyebar dalam tubuh.
d.        Orang yang memiliki borok pada mulut mereka kemungkinan akan mengalami sensai nyeri dan terbakar setelah mengkonsumsi kayu manis
e.         Jangan pernah mengkonsumsi minyak dari kayu manis karena bisa berbahaya bagi tubuh
f.          Kayu manis juga dapat mennyebabkan peningkatan denyut nadi, dyspnea (yang merupakan salah satu gangguan pernapasan)
g.         Konsumsi kayu manis secara berlebihan dapat mengakibatkan tangan gemetar dan meningkatkan produksi keringat secara berlebihan pada telapak tangan
h.         Iritasi lambung juga pernah dilaporkan menjadi salah satu dari efek samping mengkonsumsi kayu manis apabila dikonsumsi secara berlebihan. Kayu manis juga tidak dianjurkan bagi orang yang mengkonsumsi antibiotik dan obat gula darah.
Selain itu ada sumber lain yang mengatakan bahwa kayu manis juga mengakibatkan
a)      Kelahiran prematur
Dari sekian banyak orang wanita hamil memang cukup rentan terhadap tanaman obat seperti kayu manis. Karena kayu manis dapat merangsang persalinan prematur dan kontraksi kandungan, maka sebaiknya wanita hamil tidak mengkonsumsi kayu manis dalam bentuk dan cara apapun untuk amannya.
b)      Coumarin
Coumarin dalam kayu manis dapat mengakibatkan kegagalan pada liver jika dikonsumsi dalam dosis tinggi.
c)      Pengencer darah
Karena sifat kayu manis yang mengencerkan darah, maka akan memperburuk kondisi penderita penyakit jantung.
d)     Iritasi kulit
Jangan menyentuh minyak kayu manis yang belum ditambah air dan gunakan sarung tangan sebagai pelindung. Hal ini harus dilakukan karena minyak kayu manis dapat menimbulkan iritasi kulit dan rasa terbakar.
e)      Meningkatkan detak jantung
Minyak kayu manis bisa berbahaya bagi penderita sakit jantung dan anak-anak. Untuk itu gunakan minyak kayu manis dengan cara yang benar.
f)       Resiko tercekik
Mengkonsumi bubuk kayu manis tanpa air bisa menyebabkan Anda tercekik yang mungkin mengarah pada kematian. Bubuk kayu manis akan mengakibatkan infeksi dada serius dan juga dapat melukai paru-paru Anda.
8.        Dosis
Bagian yang digunakan adalah kulit kayu manis, sebagai tambahannya
9.        Jurnal atau artikel penelitian yang mendukung
a.       Harry Onggirawan, 1980. Jurusan Farmasi, FMIPA UNHAS. Telah melakukan penentuan koefisien fenol, minyak atsiri kulit Kayu Manis (Padang) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhosa. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata minyak atsiri kulit Kayu Manis (Padang) mempunyai daya antimikroba (koefisien fenol) 3,18 (berarti 3,18 kali lebih kuat daripada fenol) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Daya antimikroba (koefisien fenol) 3,64 terhadap Salmonella typhosa.
b.      Ria Amelya, 1992. Jurusan Biologi, FMIPA UNAND. Telah melakukan penelitian pengaruh daya hambat Kayu Manis (Padang) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata sari Kayu Manis (Padang) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 1,1%, sedangkan pada konsentrasi 0,3%; 0,5%; 0,7%; dan 0,9% tidak dapat menghambat.

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kejang Demam



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

      Pada BAB ini akan di jelaskan mengenai konsep berdasarkan tinjauan teori tentang Konsep Tumbuh Kembang, Konsep Kejang Demam, Konsep Suhu Tubuh, dan Konsep Asuhan Keperawatan pada Kejang Demam
2.1  Konsep Teori Tumbuh Kembang
2.1.1        Pengertian
Tumbuh kembang anak menurut Soetjiningsih & IG. N. Gde Ranuh (2013)  mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit di pisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan apa yang di maksud dengan pertumbuhan dan perkembangan per definisinya seperti berikut:
1.      Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat di ukur dengan ukuran berat (gram, pound, kg); ukuran panjang dengan cm atau meter, umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalium dan nitrogen tubuh)
2.      Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensasi sel-sel tubuh, organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Pertumbuhan menurut Nursalam (2005) adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena ada multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel. Dan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/ fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi. Seperti berfungsinya jantung untuk memompa darah, kemampuan untuk bernafas, sampi kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, bicara, memungut benda-benda di sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak.
Pertumbuhan menurut Adriana (2011) adalah perubahan besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa di ukur berat (gram, pon, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat di ramalkan, sebaga hasil dari proses pematangan, menyangkut adanya proses diferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.



2.1.2        Tahap Tumbuh Kembang
Menurut Nursalam (2005) Ada beberapa tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa kanak-kanak. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Masa Pranatal
Kehidupan bayi pada masa pranatal di kelompokkan menjadi dua periode, yaitu:
1.      Masa embrio yang di mulai sejak konsepsi sampai kehamilan delapan minggu. Ovum yang telah di buahi akan dengan cepat menjadi suatu organisme yang berdeferensiasi secara pesat untuk membentuk berbagai sistem organ tubuh.
2.      Masa janin yang di mulai sejak kehamilan ke 9 minggu sampai kelahiran. Pada 9 bulan masa kehamilan, kebutuhan bayi bergantung pada ibu. Oleh karena itu kesehatan ibu sangat penting untuk di jaga dari faktor-faktor resiko terjadinya kelainan bawaan/gangguan penyakit pada janin yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya perlu dihindari.
2)      Masa Neonatal
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi yang sehat berkisar antara 3000-3500 gram, tinggi badan sekitar 50 cm, dan berat otak sekitar 350 gram. Selama sepuluh hari pertama biasanya berat badan bayi akan menurun sekitar 10% dari berat badan lahir, kemudian berat badan berangsur-angsur akan meningkat. Pada masa ini fungsi pendengaran dan penglihatan sudah mulai berkembang.
3)      Masa Bayi, 1-12 bulan
Pada masa bayi, pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat. Pada umur 5 bulan, berat badan anak sudah 2 kali lipat berat badan lahir, sementara pada umur 1 tahun, beratnya sudah menjad 3 kali lipat. Sedangkan untuk untuk panjang badan, pada umur 1 tahun sudah menjadi satu setengah kali panjang badan saat lahir. Pertambahan lingkar kepala sudah mencapai 50%. Oleh karena itu, di perlukan pemberian gizi yang baik dan memenihi prinsip menu gizi seimbang.
4)      Masa Balita (1-3 tahun)
Pada masa ini, pertumbuhan fisik anak relatif lebih lambat dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat. Anak sering mengalamipenurunan nafsu makan sehingga tampak langsing dan berotot, dan anak mulai belajar jalan. Pada mulanya, anak berdiri tegak dan kaku, kemudian berjalan dengan berpegangan. Sekitar usia 16 bulan, anak mulai belajar berlari dan menaiki tangga, tetapi masih kelihatan kaku. Oleh karena itu, anak perlu di awasi. Karena dalam beraktivitas anak tidak memperhatikan bahaya.



5)      Masa Prasekolah Akhir (3-5 tahun)
Pada masa ini pertumbuhan gigi susu sudah lengkap. Pertumbuhan fisik relatif pelan, naik turun tangga sudah dapat di lakukan sendiri, demikian pula dengan berdiri dengan satu kaki secara bergantian atau melompat. Anak juga mulai mengenal cita-cata, belajar menggambar, menulis, dan mengenal angka serta bentuk atau warna benda, dan orang tua perlu mulai mempersiapkan anak untuk masuk sekolah. Bimbingan, pengawasan, pengaturan yang bijaksana, perawatan kesehatan, dan kasih sayang dari orangtua serta orang-orang di sekelilingnya sangat di perlukan anak.
6)      Masa Sekolah
Menurut Hidayat (2005) pertumbuhan dan perkembangan masa sekolah akan mengalami proses perceatan pada umur 10-12 tahun, dimana penambahan berat badan pertahun akan dapat 2,5 kg dan ukuran panjang tinggi badan sampai 5 cm pertahunnya. Pada usia sekolah ini secara umum aktivitas fisik pada anak semakin tinggi dan memperkuat kemampuan motoriknya. Pada masa ini kebanyakan anak mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang nilai moral dan budaya dari lingkungan keluarganya, dan mulai mencoba mengambil bagian dari kelompok untuk berperan, mengembangkan keterampilan membaca, menulis, serta berhitung, dan belajar menghargai di sekolah.
7)      Masa Remaja
Menurut Hidayat (2005) pada masa remaja proses pertumbuhan dan perkembangan di tunjukkan terjadi kematangan dalam beberapa fungsi seperti endokrin, kematangan fungsi seksual, dan pada masa ini terjadi peristiwa yang sangat penting dan perlu perhatian yaitu peristiwa pubertas. Pubertas akan di alamibaik laki-laki maupun perempuan. Masa remaja ini akan banyak kita jumpai berbagai permasalahan yang ada karena masa ini merupakan proses menuju kedewasaan dan anak ingin mencoba bahwa dirinya sudah mampu sendiri.

2.1.3        Perkembangan Motorik, Bahasa, dan Adaptasi Sosial
1)      Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar melibatkan otot-otot besar meliputi: perkembangan gerak kepala, badan, anggota badan, keseimbangan dan pergerakan. Perkembangan motorik kasar berdasarkan umur menurut Soetjiningsih & IG. N. Gde Ranuh (2013) yang di ambil dari sumber Needlman (Growth and Development 2004) yaitu:
1.    Usia 0-3 bulan
Mengangkat kepala setinggi 45Âș dan dada di tumpu lengan pada waktu tengkurap dan menggerakkan kepala dari kiri/ kanan ke tengah.



2.    Usia 3-6 bulan
Berbalik dari tengkurap ke telentang, mengangkat kepala 90Âș, dan mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil.
3.    Usia 6-9 bulan
Duduk sendiri (dalam sikap bersila), belajar berdiri, kedua kaki menyangga sebagian berat badan, dan merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
4.    Usia 9-12 bulan
Mengangkat badannya ke posisi berdiri, belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi, dan dapat berjalan dengan di tuntun.
5.    Usia 12-18 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan, membunguk untuk memungut mainan kemudian berdiri kembali, dan berjalan mundur 5 langkah.
6.    Usia 18-24 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik, dan berjalan tanpa terhuyung-huyung.
7.    Usia 24-36 bulan
Jalan menaiki tangga sendiri, dan dapat bermain dan menendang bola kecil.
8.    Usia 36-48 bulan
Berdiri pada satu kaki selama 2 detik, melompat dengan kedua kaki di angkat, dan mengayuh sepeda roda tiga.
9.    Usia 48-60 bulan
Berdiri pada satu kaki selama 6 detik, melompat-lompat dengan satu kaki, dan menari.
10.          Usia 60-72 bulan
Berjalan lurus, dan berdiri dengan satu kaki selama 11 detik.
2)      Motorik Halus
Perkembangan motorik halus adalah koordinasi halus yang melibatkan otot-otot kecil yang di pengaruhi oleh matangnya fungsi motorik, fungsi visual yang akurat, dan kemampuan intelek nonverbal. Perkembangan motorik halus berdasarkan umur menurut Soetjiningsih & IG. N. Gde Ranuh (2013) yang di ambil dari sumber Needlman (Growth and Development 2004) yaitu:
1.    Usia 0-3 bulan
Menahan barang yang di pegang, menggapai mainan yang di gerakkan, menggapai ke arah objek yang tiba-tiba di jauhkan dari pandangannya.
2.    Usia 3-6 bulan
Menggenggam pensil, meraih benda yang ada dalam jangkauannya, memegang tangannya sendiri.
3.    Usia 6-9 bulan
Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain, memungut dua benda masing-masing tangan memegang satu benda pada saat yang bersamaan, memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup.
4.    Usia 9-12 bulan
Mengulurkan lengan/ badan untuk meraih mainan yang diinginkan, menggenggam erat pensil, dan memasukkan benda ke mulut.
5.    Usia 12-18 bulan
Menumpuk dua buah kubus, dan memasukkan kubus ke dalam kotak.
6.    Usia 18-24 bulan
Bertepuk tangan, melambai-lambai, menumpuk empat buah kubus, memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk, dan menggelindingkan bola ke arah sasaran.
7.    Usia 24-36 bulan
Mencoret-coret pensil pada kertas.
8.    Usia 36-48 bulan
Menggambar garis lurus, dan menumpuk 8 buah kubus.
9.    Usia 48-60 bulan
Menggambar tanda silang, menggambar lingkaran, dan menggambar orang dengan 3 bagian tubuh (kepala, badan, lengan).
10.          Usia 60-72 bulan
Menangkap bola kecil dengan kedua tangan, dan menggambar segi empat.



3)      Perkembangan Bahasa
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kelainan pada sistem lainnya, seperti kemampuan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi, dan lingkungan di sekitar anak. Rangsangan sensoris yang berasal dari pendengaran dan penglihatan sangat penting dalam perkembangan bahasa. Mereka harus melihat dan mendengar pembicaraan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari maupun pengetahuan tentang dunia di sekitarnya. Mereka harus belajar mengekspresikan diri, membagi pengalaman dengan orang lain, dan mengemukakan keinginannya.

Tabel 2.1 Milestone perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif pada anak normal menurut Soetjiningsih & IG. N. Gde Ranuh (2013)
Umur (Bulan)
Bahasa Reseptif
Bahasa Ekspresif
1
Kegiatan anak terhenti akibat suara
Vokalisasi yang masih sembarang, terutama huruf hidup
2
Tampak mendengarkan ucapan pembicara, dapat tersenyum pada pembicara
Tanda-tanda vokal yang menunjukkan perasaan senang, senyum sosial
3
Melihat ke arah pembicara
Tersenyum sebagai jawaban terhadap pembicara
4
Memberi tanggapan yang berbeda terhadap suara bernada marah/ senang
Jawaban vokal terhadap rangsang sosial
5
Bereaksi terhadap panggilan namanya
Mulai meniru suara
6
Mulai mengenal kata-kata “da da, pa pa, ma ma”
Protes vokal, seperti berteriak
7
Bereaksi terhadap kata-kata naik, kemari, da da
Mulai mengeluarkan suara mirip kata-kata kacau
Umur (Bulan)
Bahasa Reseptif
Bahasa Ekspresif
8
Menghentikan aktivitas bila namanya di panggil
Menirukan rangkaian suara
9
Menghentikan kegiatan bila dilarang
Menirukan rangkaian suara
10
Secara tepat menirukan variasi suara tinggi
Kata-kata pertama mulai muncul
11
Reaksi atas pertanyaan sederhana dengan melihat atau menoleh
Kata-kata kacau mulai dapat dimengerti dengan baik
12
Reaksi dengan melakukan gerakan terhadap berbagai pertanyaan variabel
Mengungkapkan kesadaran tentang obyek yang telah akrab dan menyebut namanya

13
Mengetahui dan mengenal nama-nama bagian tubuh
Kata-kata yang benar terdengar diantara kata-kata yang kacau, sering dengan disertai gerakan tubuhnya
14
Dapat mengetahui dan mengenali gambar-gambar objek yang sudah akrab dengannya, jika objek tersebut disebut namanya
Lebih banyak menggunakan kata-kata daripada gerakan, untuk mengungkapkan keinginannya
15
Akan mengikuti petunjuk yang berurutan (ambil topimu dan letakkan di atas meja)
Mulai mengkombinasikan kata-kata (mobil papa, mama berdiri)
16
Mengetahui lebih banyak kalimat yang lebih rumit
Menyebut nama sendiri

4)      Perkembangan Adaptasi Sosial
Perkembangan sosial menurut Soetjiningsih & IG. N. Gde Ranuh (2013) adalah perkembangan kemampuan anak berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Mula-mula anak hanya mengenal orang-orang yang paling dekat dengan dirinya yaitu ibunya, selanjutnya orang-orang serumah. Dengan bertambahnya usia anak, perlu di kembangkan pergaulan yang lebih luas. Anak perlu berkawan dan perlu di ajarkan aturan-aturan, disiplin, sopan santun, dan lain-lain.



2.1.4        Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
Menurut Adriana (2011) ada dua faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.      Faktor Internal
Berikut ini adalah faktor internal yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
1)      Ras/ etnik atau bangsa
Anak yang di lahirkan dari ras/ bangsa Amerika tidak memiliki faktor herediter ras/ bangsa indonesia atau sebaliknya.
2)      Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk, atau kurus.
3)      Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan, dan masa remaja.
4)      Jenis Kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki-laki. Akan tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
5)      Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak, contohnya seperti kerdil.
6)      Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
2.      Faktor Eksternal
Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
1)      Faktor prenatal
(1). Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan memengaruhi pertumbuhan janin.
(2). Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti club foot.
(3). Toksin / zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin atau Thalidomid dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
(4). Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomnia, kardiomegali, dan hiperplasia adrenal.
(5). Radiasi
Paparan radiasi dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, serta kelainan jantung.
(6). Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella, Citomegalo virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung kongenital.
(7). Kelainan imunologi
Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernikterus yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan otak.
(8). Anoksia embrio
Di sebabkan oleh gangguan fungsi plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
(9). Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak di inginkan serta perlakuan salah atau kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.



2)      Faktor persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.
3)      Faktor pascapersalinan
(1). Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
(2). Penyakit kronis atau kelainan kongenital
Tubercolosis, anemia, dan kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
(3). Lingkungan fisik dan kimia
Lingkungan yang sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif dan zat kimia tertentu (Pb, Merkuri, rokok, dan lain-lain) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
(4). Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak di kehendaki orangtuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.



(5). Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid, akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
(6). Sosioekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan serta kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, hal tersebut menghambat pertumbuhan anak.
(7). Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangan memengaruhi tumbuh kembang anak.
(8). Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan, sosialisasi anak, serta keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
(9). Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka panjang akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.



2.2  Konsep Teori Kejang Demam
2.2.1        Pengertian
Kejang demam menurut Riyadi & Sukarmin (2013) adalah serangkaian kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ÂșC)
Kejang demam menurut Putri & Baidul (2009) adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Tidak ada nilai ambang batas suhu yang dapat menimbulkan terjadinya kejang demam. Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan kaki atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya.
Kejang demam menurut Judha & Nazwar (2011)  merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering di jumpai pada anak-anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ÂșC) yang di sebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas di susul infeksi saluran pencernaan.
Kejang demam menurut Meadow (2005)adalah suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas.
Menurut Ngastiyah (2005) Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
2.2.2        Etiologi
Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) penyebab dari kejang demam adalah kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media akut, bronchilitis.
Menurut Nurarif & Hardhi (2013) penyebab Kejang demam dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
1.      Intrakranial, meliputi :
1)      Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
2)      Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
3)      Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
2.      Ekstrakranial, meliputi :
1)      Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya
2)      Toksik : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat
3)      Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan kekurangan piridoksin
Menurut Kristanty, dkk (2009) faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam antara lain:
1)      Umur.
2)      Kenaikan suhu tubuh.
Kenaikan suhu tubuh biasanya berhubungan dengan penyakit saluran napas bagian atas, radang telinga tengah, radang paru-paru, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang dapat pula terjadi padabayi yang mengalami kenaikan suhu sesudah vaksinasi terutama vaksin pertusis.
3)      Faktor genetic.
4)      Gangguan sistem saraf pusat sebelum dan sesudah lahir.
2.2.3        Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang di hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan di respon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
      Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpndahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2013)
Pathway
Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga
Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen
Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain (hipertermi)
Pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, epinefrin
Peningkatan potensial membran
Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dengan cepat
Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat
     Penurunan respon rangsangan dari luar      Spasma otot mulut, lidah, bronkus
Resiko cidera           Resiko penyempitan atau penutupan jalan nafas
Gambar 2.1 Patofisiologi (Riyadi & Sukarmin, 2013)




2.2.4        Klasifikasi
Menurut Putri & Baidul (2009) kejang demam ini secara umum dapat di bagi dalam dua jenis, yaitu:
1.      Kejang demam sederhana (simple febrile seizures).
Bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama. Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal, atau mengganggu kepandaian. Risiko untuk menjadi epilepsi di kemudian hari juga sangat kecil. Sekitar 2% hingga 3%. Risiko terbanyak adalah berulang kejang demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50% anak. Risiko-risiko tersebut lebih besar pada kejang demam kompleks.
2.      Kejang demam kompleks (complex febrile seizures/ complex partial seizures).
Bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lebih lama dari 15 menit atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.
2.2.5        Manifestasi Klinis
1.    Manifestasi klinis menurut Riyadi & Sukarmin (2013) manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam :
1)   Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38ÂșC.
2)   Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3)   Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).
 Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone dapat di pakai sebagai pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang demam, yaitu:
1)   Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2)   Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3)   Kejang bersifat umum.
4)   Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5)   Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6)   Pemeriksaan EEG yang di buat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7)   Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.

2.    Manifestasi klinis menurut Nurarif & Hardhi (2013), manifestasi klinis yang muncul adalah:
1)   Kejang umum biasanya di awali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10 – 15 menit, bisa juga lebih.
2)   Takikardia: pada bayi frekuensi sering diatas 150 – 200 per menit.
3)   Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.
4)   Gejala bendungan system vena:
a.    Hepatomegali.
b.    Peningkatan vena jugularis.
2.2.6        Pemeriksaan Penunjang
1.    Pemeriksaan penunjang menurut Judha & Nazwar (2011)  pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat. Pemeriksaan yang dapat di lakukan meliputi:
1)   Darah
a.    Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200 mq/dl)
b.    BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c.    Elektrolit: K, Na.
Ketidak seimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl)
Natrium (N 135 – 144 meq/dl)
2)   Cairan Cerebro Spinal: mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3)   Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
4)   Transiluminasi: suatu cara yang di kerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
5)   EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6)   CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
2.    Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif & Hardhi (2013), yang dapat di lakukan adalah:
1)   Pemeriksaan Laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti.
2)   Indikasi Lumbal Pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indkasi lumbal pungsi pada pasien kejang demam meliputi:
a.    Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering tidak jelas.
b.    Bayi antara 12 bulan sampai 1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis.
3)   Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas.
4)   Pemeriksaan foto kepala, CT-Scan, dan / atau MRI tidak di anjurkan pada anak tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan atau MRI direkomendaskan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.
2.2.7        Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kejang demam antara lain:
1.      Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi.
2.      Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di sekitar anak.
3.      Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian obat antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1.      Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
2.       Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2.2.8        Penatalaksanaan
1.    Penatalaksanaan menurut Kristanty, dkk. (2009) terdapat 3 pada klien dengan kejang demam. Antara lain:
1)   pemberian antipiretik.
2)   Pemberian anti konvulsan.
3)   Pemberian oksigen jika ada gangguan pernafasan.

2.    Penatalaksanaan menurut Judha & Nazwar (2011) dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kerjakan, yaitu: Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka:
1)   Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang.
2)   Pengobatan penunjang
Saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat di buka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
3)   Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance: 8-10 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari berikutnya.
4)   Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang di ketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dan lain-lain.

3.    Penatalaksanaan menurut Ngastiyah (2005) yang di lakukan saat terjadi kejang yaitu:
1)   Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala di miringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
2)   Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan (misal: ikat pinggang, gurita, dan lain sebagainya)
3)   Isap lendir sampai bersih, berikan O boleh sampai 4 L/menit. Jika pasien jatuh apnea lakukan tindakan pertolongan (lihat pada tetanus).
4)   Bila suhu tinggi berikan kompres.
5)   Setelah pasien bangun dan sadar, berikan minum hangat (berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
6)   Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat penenang (lihat di status mungkin ata petunjuk jika pasien kejang lama / berulang).
2.2.9        Pencegahan
      Menurut Ngastiyah (2005) cara mencegah jangan sampai timbul kejang bisa menjelaskan kepada orang tua, seperti:
1.      Harus selalu tersedia obat penurun panas yang di dapatkan atas resep dokter yang telah mengandung antikonvuslan.
2.      Jangan menunggu suhu meningkat lagi. Langsung beri obat jika orang tua tau anak panas, dan pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selam 24 jam berikutnya.
3.      Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun telah di berikan obat, segera bawa anak ke rumah sakit.

2.3  Konsep Suhu Tubuh
2.3.1        Pengertian
Menurut Potter & Perry (2010) Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang kelingkungan luar (Panas yang dihasilkan - panas yang hilang = suhu tubuh). Mekanisme kontrol suhu pada manusia menjaga suhu inti (suhu jaringan dalam) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas fisik yang ekstrim. Suhu normal pada manusia berkisar dari 36 sampai 38C.
Menurut IDAI (2008) Suhu tubuh terdiri dari suhu permukaan (shell temperature) dan suhu inti (core temperature). Suhu permukaan adalah suhu yang terdapat pada permukaan tubuh yaitu pada kulit dan jaringan sub kutan, sedangkan suhu inti adalah suhu yang terdapat pada organ visera yang terlindungi dari paparan suhu lingkungan sekitar. Suhu inti sering diartikan sebagai suhu organ otak tempat pusat pengaturan suhu tubuh berada.
2.3.2        Konsep Fisiologi Pengaturan Suhu
Menurut IDAI (2008) pengaturan suhu tubuh memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan produksi dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu hipotalamus yang mengatur seluruh mekanisme.
1.      Produksi Panas
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung tiroid, pankreas, dan kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan adenosin tifosfat (ATP).
2.      Pelepasan Panas
Tubuh melepas panas melalui 4 cara. Yaitu: radiasi, penguapan, konveksi, dan konduksi.
3.      Pengaturan Suhu Tubuh
Pengaturan suhu tubuh di tujukan untuk mengukur suhu inti tubuh. Nilai suhu tubuh sangat dipengaruhi metabolisme tubuh dan aliran darah, serta hasil pengukuran akan berbeda sesuai dengan tempat pengukuran. Beberapa pengukuran suhu tubuh menurut tempat pengukuran adalah sebagai berikut:
a.       Arteri Pulmonalis
Suhu tubuh yang di anggap paling mendekati suhu yang terukur oleh thermostat di hipotalamus adalah suhu darah arteri pulmonalis.
b.      Esofagus
Suhu esofagus dianggap suhu yang mendekati suhu inti karena dekat dengan arteri yang membawa darah dari jantung ke otak.
c.       Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan tempat lain yang digunakan untuk pengukuran suhu tubuh, karena urin adalah hasil filtrasi darah yang ekivalen. Namun tingkat keakuratan pengukuran suhu tubuh sangat tergantung dari jumlah urin yang keluar.
d.      Rektal
Suhu rektal di anggap baku emas dalam pengukuran suhu karena bersifat praktis dan akurat dalam estimasi rutin suhu tubuh.
e.       Oral
Suhu sublingual cukup relevan secara klinis karena arteri utamanya merupakan cabang arteri karotid eksterna dan mempunyai respon yang cepat.
f.       Aksila
Pengukuran suhu aksila relatif mudah bagi pemeriksa, nyaman bagi pasien, dan mempunyai risiko yang paling kecil untuk menyebar penyakit.
g.      Membran Timpani
Teoritis membran timpani merupakan tempat yang ideal untuk pengukuran suhu inti karena terdapat arteri yang berhubungan dengan pusat termoregulasi.
2.3.3        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh
      Menurut Potter & Perry (2010) banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Antara lain:
1.      Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu sehingga dapat terjadi bperubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30% panas tubuh melalui kepala sehingga ia harus menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehilangan panas. Sushu tubuh bayi baru lahir berkisar antara 35,5-37,5 ÂșC.
Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan semakin menurun saat seseorang semakin tua.
2.      Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
3.      Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami flukturasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini di karenakan adanhya variasi hormonal saat terjadi siklus menstruasi. Saat progesteron rendah, suhu tubuh berada di bawah suhu dasar, yaitu sekitar 1/10nya. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi kadar progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikkan suhu tubuh ke suhu dasar atau suhu yang lebih tinggi.
4.      Irama Sirkardian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1 ÂșC selama periode 24 jam. Suhu terendah berada di antara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun kembali sampai pagi hari. Di butuhkan 1 sampai 3 minggu untuk terjadinya pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu sirkardian tidak berubah seiring usia.
5.      Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki suhu normal yang lebih tinggi.
6.      Lingkungan
Lingkungan memengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu lingkungan lebih berpengauh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena mekanisme regulasi suhu mereka yang kurang efisien.
7.      Perubahan Suhu
Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan memengaruhi titik pengaturan hipotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi panas berlebihan, produksi panas minimal,atau kombinasi hal di atas. Sifat perubahan akan memengaruhi jenis masalah klinis yang di alami klien.
2.3.4        Konsep Kompres
Kompres Hangat menurut Rumah Sakit Baptis Kediri
1.    Pengertian
      Memberi rasa hangat dengan mempergunakan alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan.
2.    Tujuan
1)   Memperlancar sirkulasi darah.
2)   Mengurangi/ menghilangkan rasa sakit.
3)   Memperlancar pengeluaran cairan (exudat).
4)   Merangsang peristaltik.
5)   Memberi ketenangan dan kesenangan pada klien.
3.    Kebijakan
      Setiap pasien bayi dan anak yang di rawat di Rumah Sakit Baptis Kediri yang memerlukan tindakan kompres hangat sehingga perawat harus mempu menyiapkan dan memberikan kompres hangat sesuai dengan peraturan Direktur No 022/01/Per.Dir/RSBK/VI/2013 tentang Kebijakan Pelayanan Keperawatan Anak Di Rumah Sakit Baptis Kediri.
4.    Prosedur
1)   Cuci tangan
2)   Siapkan waskom/ ember dan isi dengan air hangat.
3)   Bawa peralatan ke dekat pasien.
4)   Tanyakan nama pasien sesuai dengan identitas pasien.
5)   Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan di lakukan.
6)   Rendam waslap kedalam waskom/ ember yang sudah disiapkan.
7)   Peras waslap kemudian tempelkan pada bagian yang akan dikompres.
8)   Anjurkan kepada keluarga untuk mau bekerjasama dalam melakukan kompres hangat.
9)   Setelah selesai, rapikan pasien dan jelaskan bahwa tindakan sudah selesai.
10)    Bereskan peralatan.
11)    Cuci tangan.
12)    Dokumentasikan tindakan dalam status pasien.
5.    Unit Terkait
1)   Instalasi Rawat Inap (IRNA)
2)   Instalasi Perawatan Instensif (IPI)

2.4   Konsep Asuhan Keperawatan pada Kejang Demam
2.4.1        Pengakajian
1.    Pengkajian menurut Riyadi & Sukarmin (2013) terdapat 3 pengkajian yang harus di lakukan, antara lain:
1)   Riwayat Pengkajian
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang di alami oleh anak (suhu rektal di atas 38ÂșC). Demam ini dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti tonsilitis, faringitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian status kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
2)   Pengkajian Fungsional
Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau di buktikan dengan tes GCS skor yang di hasilkan berkisar antara 5 sampai 10 dengan tingkat kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin dapat koma. Kemungkinan ada gangguan jalan nafas yang di buktikan dengan peningkatan frekwensi pernapasan >30 x/menit dengan irama cepat dan dangkal, lidah terlihat menekuk menutup faring. Pada kebutuhan rasa aman dan nyaman anak mengalami gangguan kenyamanan akibat hipertermi, sedangkan keamanan terjadi ancaman karena anak mengalami kehilangan kesadaran yang tiba-tiba beresiko terjadinya cidera secara fisik maupun fisiologis. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau fungsi yang lain kemungkinan belum terjadi gangguan kalau ada mungkin sebatas ancaman seperti penurunan personal hygiene, aktivitas, intake nutrisi.
3)   Pengkajian Tumbuh Kembang Anak
Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini di pahami dengan catatan kejang yang di alami anak tidak terlalu sering terjadi atau masih dalam batasan yang dikemukakan oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali) atau penyakit yang melatarbelakangi timbulnya kejang seperti tonsilitis, faringitis, segera dapat di atasi. Kalau kondisi tersebut tidak terjadi anak dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan yang kurang karena ketidak cukupan nutrisi sebagai dampak anoreksia, tinggi badan yang kurang dari umur semestinya sebagai akibat penurunan asupan mineral. Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi atas anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih banyak berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat di rumah sakit anak terlihat pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada di sekitar, jarang menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan perkembangan yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar (meloncat, berlari).

2.    Pengkajian menurut Judha & Nazwar (2011) adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar). Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1)   Data subyektif
a)    Biodata/ Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
b)   Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
(1) Gerakan kejang anak
(2) Terdapat demam sebelum kejang
(3) Lama bangkitan kejang
(4) Pola serangan
(5) Frekuensi serangan
(6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
(7) Riwayat penyakit sekarang
(8) Riwayat Penyakit Dahulu
c)    Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep atau vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
d)   Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
e)    Riwayat Perkembangan
(1) Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
(2) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
(3) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
(4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
f)    Riwayat kesehatan keluarga.
(1).   Anggota keluarga menderita kejang
(2).   Anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
(3).   Anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
g)   Riwayat sosial
(1).   Perilaku anak dan keadaan emosional
(2).   Hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya
h)   Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
(1).   Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis.
(2).   Pola nutrisi
Asupan kebutuhan gizi anak, kualitas dan kuantitas makanan, makanan yang disukai, selera makan, dan pemasukan cairan.
(3).   Pola Eliminasi
a.    BAK : frekuensi, jumlah, warna, bau, dan nyeri
b.    BAB : frekuensi, konsistensi, dan keteraturan
(4).   Pola aktivitas dan latihan
Kesenangan anak dalam bermain, aktivitas yang disukai, dan lama berkumpul dengan keluarga.
(5).   Pola tidur atau istirahat
Lama jam tidur, kebiasaan tidur, dan kebiasaan tidur siang.
2)   Data Obyektif
a)    Pemeriksaan tanda-tanda vital.
(1) Suhu Tubuh.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, axila, dan oral yang digunakan untuk menilai keseimbangan suhu  tubuh yang dapat digunakan untuk membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
(2) Denyut Nadi
Dalam melakukan pemeriksaan nadi sebaiknya dilakukan dalam posisi tidur atau istirahat, pemeriksaan nadi dapat disertai dengan pemeriksaan denyut jantung
(3) Tekanan Darah
Dalam melakukan pengukuran tekanan darah, hasilnya sebaiknya dicantumkan dalam posisi atau keadaan seperti tidur, duduk, dan berbaring. Sebab posisi akan mempengaruhi hasil penilaian tekanan darah (Nursalam, 2005)
b)   Pemeriksaan fisik
(1)     Pemeriksaan kepala
Keadaan ubun-ubun dan tanda kenaikan intrakranial.
(2)     Pemeriksaan rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta katakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
(3)     Pemeriksaan wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah, sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi sehat, tanda rhesus sardonicus, opistotonus, dan trimus, serta gangguan nervus cranial.
(4)     Pemeriksaan mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan.
(5)     Pemeriksaan telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
(6)     Pemeriksaan hidung
Pernapasan cuping hidung,  polip yang menyumbat jalan nafas, serta  secret yang keluar dan konsistensinya.
(7)     Pemeriksaan mulut
Tanda-tanda cyanosis, keadaan lidah, stomatitis, gigi yang tumbuh, dan karies gigi.
(8)     Pemeriksaan tenggorokan
Tanda peradangan tonsil, tanda infeksi faring, cairan eksudat.
(9)     Pemeriksaan leher
Tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran vena jugularis.
(10) Pemeriksaan Thorax
Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi, adakah intercostale pada auskultasi, adakah suara tambahan.
(11) Pemeriksaan Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung, serta irama jantung, adakah bunyi tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.
(12) Pemeriksaan Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana turgor kulit, peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah pembesaran lien dan hepar.
(13) Pemeriksaan Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya, apakah terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
(14) Pemeriksaan Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise, terutama setelah terjadi kejang. Bagaimana suhu pada daerah akral.
(15) Pemeriksaan Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, adakah tanda-tanda infeksi pada daerah genetalia.
2.4.2        Diagnosa Keperawatan
1.    Berdasarkan patofisiologi penyakit, dan manifestasi klinik yang muncul maka diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan kejang demam menurut Riyadi & Sukarmin (2013) adalah:
1)   Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
2)   Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
3)   Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat lain.
4)   Risiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi.
5)   Risiko gangguan perkembangan (kepercayaan diri) berhubungan dengan peningkatan frekwensi kekambuhan.
6)   Risiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan.

2.    Menurut Judha & Nazwar (2011) diagnosis keperawatan yang muncul antara lain:
1)   Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengaturan suhu.
2)   Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
3)   Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.
4)   Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi.
5)   Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi.
2.4.3        Intervensi Keperawatan
1.    Menurut Riyadi & Sukarmin (2013), intervensi dan rasional yang muncul adalah:
1)   Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
Hasil yang di harapkan:    Frekwensi pernapasan meningkat 28-35 x/menit, irama pernafasan regular dan tidak cepat, anak tidak terlihat terengah-engah.
Rencana tindakan:
(1).   Monitor jalan nafas, frekwensi pernafasan, irama pernafasan tiap 15 menit saat penurunan kesadaran.
Rasional: frekwensi pernapasan yang meningkat tinggi dengan irama yang cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jallan nafas oleh benda asing, contohnya lidah.
(2).   Tempatkan anak pada posisi semifowler dengan kepala ekstensi.
Rasional: posisi semifowler akan menurunkan tahanan intra abdominal terhadap paru-paru. Hiperekstensi membuat jalan nafas dalam posisi lurus dan bebas dari hambatan.
(3).   Pasang tongspatel saat timbul serangan kejang.
Rasional: mencegah lidah tertekuk yang dapat menutupi jalan nafas.
(4).   Bebaskan anak dari pakaian yang ketat
Rasional: mengurangi tekanan terhadap rongga thorax sehingga terjadi keterbatasan pengembangan paru.
(5).   Kolaborasi pemberian anti kejang (diazepam dengan dosis rata-rata 0,3 Mg/KgBB/kali pemberian.
Rasional: diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang cepat di sistem persyarafan pusat sehingga dapat terjadi penurunan pada spasma otot dan persyarafan perifer.
2)   Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah.
Hasil yang di harapkan: jaringan perifer (kulit) terlihat merah dan segar, akral teraba hangat.
Rencana tindakan:
(1).   Kaji tingkat pengisian kapiler perifer.
Rasional: kapiler kecil mempunyai volume darah yang relatif kecil dan cukup sensitif sebagai tanda terhadap penurunan oksigen darah.
(2).   Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal bicanul dengan dosis rata-rata 3 liter/menit.
Rasional: oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke paru-paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran pernafasan.



(3).   Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik, maupun cahaya.
Rasional: rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persarafan yang dapat menaikkan kebutuhan oksigen jaringan.
(4).   Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (ventilasi memenuhi ¼ dari luas ruangan).
Rasional: meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah hipoksemia jaringan.
3)   Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat lain.
Hasil yang diharapkan: suhu tubuh perektal 36-37ÂșC, kening anak tidak teraba panas. tidak terdapat pembengkakan, kemerahan pada tongsil atau telinga.mleukosit 5.000-11.000 mg/dl
Rencana tindakan:
(1).   Pantau suhu tubuh anak tiap setengah jam.
Rasional: peningkatan suhu tubuh yang melebihi 39ÂșC dapat beresiko terjadinya kerusakan saraf pusat karena akan meningkatkan neurotransmiter yang dapat meningkatkan eksitasi neuron.



(2).   Kompres anak dengan alkohol atau air dingin.
Rasional: saat di kompres panas tubuh anak akan berpindah ke media yang digunakan untuk mengkompres karena suhu tubuh relatif tinggi.
(3).   Beri pakaian anak yang tipis dari bahan yang halus seperti katun.
Rasional: pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan. Bahan katun akan menghindari iritasi kulit pada anak karena panas yang tinggi akan membuat kulit sensitif terhadap cidera.
(4).   Jaga kebutuhan cairan anak tercukupi melalui pemberian intravena.
Rasional: cairan yang cukup akan menjaga kelembapan sel, sehingga sel tubuh tidak mudah rusak akibat suhu tubuh yang tinggi.
(5).   Kolaborasi pemberian antipiretik (aspirin dengan dosis 60 mg/tahun/kali pemberian), antibiotik.
Rasional: antipiretik akan mempengaruhi ambang panas pada hipotalamus. Antipiretik juga akan mempengaruhi penurunan neurotransmiter seperti prostaglandin yang berkontribusi timbulnya nyeri saat demam.



4)   Risiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi.
Hasil yang di harapkan: orang tua anak menyampaikan anaknya sudah gampang makan dengan porsi makan di habiskan setiap hari (1 porsi makan)
Rencana tindakan:
(1).   Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak.
Rasional: berat badan adalah salah satu indikator jumlah massa sel dalam tubuh, apabila berat badan rendah menunjukkan terjadi penurunan jumlah dan massa sel tubuh yang tidak sesuai dengan umur.
(2).   Ciptakan suasana yang menarik dan nyaman saat makan seperti di bawa ke ruangan yang banyak gambar untuk anak dan sambil di ajak bermain.
Rasional: dapat membantu peningkatan respon korteks serebri terhadap selera makan sebagai dampak rasa senang pada anak.
(3).   Anjurkan orangtua untuk memberikan anak makan dengan kondisi makanan hangat.
Rasional: makanan hangat akan mengurangi kekentalan sekresi mukus pada faring dan mengurangi respon mual gaster.



(4).   Anjurkan orang tua memberikan makanan pada anak dengan porsi sering dan sedikit.
Rasional: mengurangi massa makanan yang banyak pada lambung yang dapat menurunkan rangsangan nafsu makan pada otak bagian bawah.
5)   Risiko gangguan perkembangan (kepercayaan diri) berhubungan dengan peningkatan frekwensi kekambuhan.
Hasil yang di harapkan: anak terlihat aktif berinteraksi dengan orang di sekitar saat di rawat di rumah sakit,frekwensi kekambuhan kejang demam berkisar 1-3 kali dalam setahun.
Rencana tindakan:
(1).   Kaji tingkat perkembangan anak terutama percaya diri dan frekwensi demam.
Rasional: fase ini bila tidak teratasi dapat terjadi krisis kepercayaan diri pada anak. Frekwensi demam yang meningkat dapat menurunkan penampilan anak.
(2).   Berikan anak terapi bermain dengan teman sebaya di rumah sakit yang melibatkan banyak anak seperti bermain lempar bola.
Rasional: meningkatkan interaksi anak terhadap teman sebaya tanpa melalui paksaan dan doktrin dari orang tua.
(3).   Beri anak reward bila anak berhasil melakukan aktivitas positif misalnya melempar bola dengan tepat, dan support anak bila belum berhasil.
Rasional: meningkatkan nilai positif yang ada pada anak dan memperbaiki kelemahan dan kemauan yang kuat.
6)   Risiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan.
Hasil yang di harapkan:  anak tidak terluka atau jatuh saat serangan kejang.
Rencana tindakan:
(1).   Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti bahan matras.
Rasional: menjaga posisi tubuh lurus yang dapat berdapak pada lurusnya jalan nafas.
(2).   Pasang pengaman di kedua sisi tempat tidur.
Rasional: mencegah anak terjatuh.
(3).   Jaga anak saat timbul serangan kejang.
Rasional: menjaga jalan nafas dan mencegah anak terjatuh.

2.    Menurut  Judha & Nazwar (2011), intervensi dan rasional yang harus di lakukan adalah:
1)   Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi, gangguan pusat pengaturan suhu.
Tujuan : Terjadi penurunan suhu tubuh
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan RR dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional
(1)     Pantau suhu tubuh anak tiap setengah
Rasional : peningkatan suhu tubuh yang melebihi 390C dapat berisiko terjadinya kerusakan saraf pusat karena akan meningkatkan neurotransmitter yang dapat meningkatkan eksitasi neuron.
(2)     Kompres anak dengan air dingin/ hangat
Rasional : pada saat dikompres panas tubuh anak akan berpindah ke media yang digunakan untuk mengompres karena suhu tubuh relatif lebih tinggi.
(3)     Beri pakaian anak yang tipis dan bahan yang halus seperti katun
Rasional : pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan. Bahan katun akan menghindari iritasi kulit pada anak karena panas yang tinggi akan membuat kulit sensitif terhadap cidera.
(4)     Jaga kebutuhan cairan anak tercukupi melalui pemberian intravena
Rasional : cairan yang cukup akan menjaga kelembaban sel, sehingga sel tubuh tidak mudah rusak akibat suhu tubuh yang tinggi.
(5)     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik
Rasional : antipiretik akan mempengaruhi ambang panas pada hipotalamus.
2)   Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan :
Klien tidak mengalami kejang selama hipertermi
Kriteria hasil :
(1)   Tidak terjadi serangan kejang ulang
(2)   Suhu 36-37,50C
(3)   Nadi 100-110x/menit
(4)   Respirasi 24-28x/menit
(5)   Kesadaran composmentis
Intervensi dan Rasional
(1)   Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
(2)   Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
(3)   Berikan ekstra cairan (susu, sari buah)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
(4)   Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
(5)   Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
(6)   Berikan pengobatan antipiretik sesuai advis dokter.
Rasional : menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis.
3)      Potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
(1)   Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
(2)   Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
(3)   Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Intervensi dan Rasional :
(1)   Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan sisi tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang.
(2)   Tinggallah bersama klien selama fase kejang.
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
(3)   Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
(4)   Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
(5)   Catat tipe kejang (lokasi, lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area serebral yang terganggu.
(6)   Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang.
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.
4)      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh 36-370C, Nadi 100-110x/menit, kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Intervensi dan Rasional :
(1)   Kaji faktor-faktor  terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hipertermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
(2)   Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam sekali.
Rasional : pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.



(3)   Pertahankan suhu tubuh normal.
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu tubuh lingkungan, kelembaban tinggi akan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
(4)   Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala/ketiak.
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
(5)   Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun.
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
(6)   Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : penyediaan udara bersih.
(7)   Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum.
Rasional : kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
(8)   Batasi aktivitas fisik.
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
5)      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi.



Tujuan :
Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria Hasil :
(1)   Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
(2)   Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
(3)   Keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Intervensi dan Rasional :
(1)   Kaji tingkat pengetahuan keluarga.
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
(2)   Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam.
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga.
(3)   Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan.
(4)   Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam antara lain :
(1)   Jangan panik saat kejang.
(2)   Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
(3)   Kepala dimiringkan.
(4)   Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut
(5)   Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
(6)   Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum.
(7)   Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
(5)   Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
(6)   Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang.
(7)   Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam.



2.4.4        Evaluasi
Menurut Judha & Nazwar (2011), Evaluasi yang muncul adalah :
1)      Suhu tubuh dalam rentang normal.
2)      Tidak terjadi serangan kejang ulang.
3)      Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
4)      Suhu tubuh 36-37ÂșC. 
5)  Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.






DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin & Hardhi, 2013, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2, Media Action Publising, Yogyakarta
Hidayat, Aziz Alimul A, 2006, Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta
Hidayat, Aziz Alimul A, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Salemba Medika, Jakarta
Judha, Mohammad, 2011, Sistem Persyarafan (Dalam Asuhan Keperawatan), Gosyen Publishing, Yogyakarta
Kusyati, Eni, 2006, Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar, EGC, Jakarta
Muscari, Mary E, 2005, Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Ed 2, EGC, Jakarta
Nursalam, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan), Salemba Medika, Jakarta      
IDAI, 2008, Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi krdua, Badan penerbit IDAI, Jakarta.
Potter, Paricia dan Anne G Perry, 2010, Fundamentals of Nursing Fundamental Keperawatan,Salemba Medika, Indonesia
Purtri, Triloka dan Baidul  Hasniah, 2009, Menjadi Dokter Pribadi bagi Anak Kita,Katahati, Jogjakarta
Meadeow, Sir roy dan Simon J Newell, 2005, Lecture Notes: Pediatrica, Erlangga, Jakarta
Krisanty, Paula dkk, 2009, Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, TIM, Jakarta
Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2013, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha Ilmu, Yogyakarta
Soetjiningsih,IG. N. Gde Ranuh, 2013, Tumbuh Kembang Anak, Ed 2, EGC, Jakarta
Adriana, Dian, 2011, Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak, Salemba Medika, Jakarta