Sabtu, 19 Oktober 2013

Autakoid dan Antagonis



AUTAKOID DAN ANTAGONIS

A.           Autakoid
Substansi (kimia) selain transmitor yang secara normal ada di dalam tubuh dan punya peran atau fungsi fisiologik penting baik dalam keadaan normal (sehat) maupun patologik (sakit).

B.            Histamin
Histamin atau beta-imidazoliletilamin ialah 4 (2-aminoetil)-imidoazol, yang dibentuk dari asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase. Histamin dan serotonin (5-hydroxytryptamine) : amin biologik yang terdapat dalam berbagai macam jaringan yang penting dalam fungsi fisiologik.
Efek histamin timbul melalui aktivasi reseptor histaminergik H1 dan H2. Histamin menyebabkan kontraksi otot polos antara lain bronkus dan usus; tetapi juga menyebabkan relaksasi kuat pada otot polos lain, misalnya pembuluh darah kecil. Selain itu histamin merupakan perangsang kuat sekresi asam lambung dan kelenjar eksokrin lain. Efek bronkokonstriksi dan kontraksi usus histamin dapat dihambat oleh antihistamin yang sudah dikenal lama seperti pirilamin dan diperantarai oleh reseptor H1. Oleh karena itu antihistamin yang klasik ini disebut antagonis reseptor H1 (AH1). Sedangkan efek histamin terhadap sekresi asam lambung yang diperantarai oleh reseptor H2 hanhya dapat dihambat oleh kelompok antihistamin lain yaitu burimamid, metiamid, dan simetidin yang disebut antagonis reseptor h2 (AH2). Efek hipotensi histamin akibat vasodilatasi pembuluh darah diperantarai oleh reseptor H1 dan H2, efek ini hanya dapat dihilangkan dengan pemeriksaan kombinas AH1 dan AH2.
Pengalaman singkat dengan antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2), tidak cukup untuk membagi semua efek histamine berdasarkan kerja pada reseptor H1 dan H2. Menurut laporan terakhir, reseptor H2 sangat erat hubungannya dengab efek histamine terhadap sekresi cairan lambung. Reseptor H2 juga berperan terhadap perangsangan jantung, relaksasi uterus tikus dan bronkus domba akibat histamine. Efek histamine pada pembuluh darah yang tibul melalui pembuluh darah yang timbul melalui perangsangan reseptor H1 dan H2 agaknya bekerja sinergistik dalam menyebabkan vasodilatasi dan udem.

1.             SISTEM KARDIOVASKULAR
a.             Dilatasi Kapiler
Efek histamine yang terpenting pada manusia adalah dilatasi kapiler (arteriol dan venul), dengan akibat kemerahan dan rasa panas di daerah muka (blushing area), menurunnya resistensi perifer dan tekanan darah. Afinitas histamine terhadap reseptor H1 amat kuat, efek vasodilatasi cepat timbul dan berlangsung singkat. Sebaliknya pengaruh histamine terhadap reseptor H2, menyebabkan vasodilatasi yang timbul lebih lambat dan berlangsung lebih lama. Akibatnya pemberian AH1, dosis kecil hanya dapat menghilangkan efek dilatasi oleh histamine dalam jumlah kecil, sedangkan histamine dalam jumlah besar hanya dapat dihambat oleh kombinasi AH2 dan AH1.
b.             Permeabilitas Kapiler
Histamin meningkatkan permeabilitas kapiler dan ini meruoakan efek sekunder terhadap pembuluh darah kecil. Akibatnya protein dan cairan plasma keluar ke ruangan ekstrasel dan menimbulkan udem. Efek ini jelas disebabkan oleh peranan histamine terhadap reseptor H1.
c.             Triple Response
Bila histamine disuntikkan intradermal pada manusia akan timbul tiga tanda khas yang disebut triple respose dari Lewis, yaitu: (1) bercak merah setempat beberapa mm sekeliling tempat suntikan yang timbul beberapa detik setelah suntikan. Hal ini disebabkan oleh dilatasi local kapiler, venul dan arteriol terminal akibat efek langsung histamine. Daerah tersebut dalam satu menit menjadi kebiruan atau tidak jelas lagi karena adanay udem; (2) Flare, berupa kemerahan yang lebih terang dengan bentuk tidak teratur dan menyebar ± 1 cm sekitar bercak awal. Ini disebabkan oleh dilatasi arteriol yang berdekatan akibat refleks akson; (3) Udem setempat (wheal) yang dapat dilihat setelah 1-2 m3nit pada daerah bercak awal. Udem ini menunjukkan meningkatnya permeabilitas oleh histamine.
d.            Pembuluh Darah Besar
Histamin cenderung menyebabkan konstriksi pembuluh darah besar; pada beberapa spesies efek ini lebih kuat. Pada binatang mengerat, konstriksi juga terjadi pada pembuluh darah yang lebih kecil, bahkan pada dosis yang besar vasokonstriksi menutupi efek vasodilatasi kapiler sehingga justru terjadi peningkatan resistensi perifer.
e.             Jantung
Histamin mempengaruhi langsung konstraktilitas ddan kelistrikan jantung. Obat ini mempercepat depolarisasi diastol di nodus SA sehingga frekuensi denyut jantung meningkat. Histamine juga memperlambat konduksi AV, meningkatkan automatisitas jantung sehingga pada dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia. Semua efek ini terjadi melalui perangsangan reseptor H1 di jantung, kecuali perlambatan konduksi AV yang terjadi lewat perangsangan reseptor H2.
Tetapi dosid konvensional histamine IV tidak menimbulkan efek yang nyata terhadap jantung. Bertambahnya frekuensi denyut dan curah jantung pada pemberian infuse histamine disebabkan oleh refleks kompensasi terhadap penurunan tekanan darah.
f.              Tekanan Darah
Pada manusia dan beberapa spesies lain, dilatasi arteriol dan kapiler akibat histamine dosis sedang menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang kembali normal setelah terjadi refleks kompensasi atau setelah histamine dihancurkan. Bila dosis histamine sangat besar maka hipotensi tidak dapat diatasi dan dapat terjadi syok histamine.

2.             OTOT POLOS EKSTRAVASKULAR
Histamin merangsang atau menghambat kontraksi berbagai otot polos. Kontraksi otot polos terjadi akibat aktivasi reseptor H1, sedangkan relaksasi otot polos sebagian besar akibat aktivasi reseptor H2. Pada orang sehat bronkokonstriksi akibat histamine tidak tidak begitu nyata, tetapi pada penderita asma bronchial dan penyakit paru lain efek ini sangat jelas. Histamin menyebabkan bronkokonstiksi pada marmot walaupun dengan dosis kecil, sebaliknya histamine menyebakan relaksasi bronkus domba dan trakea kucing. Histamin pada uterus manusia tidak menimbulkan oksitosik yang berarti. Histamin terhadap usus bersifat spasmogenik secara langsung.

3.             KELENJAR EKSOKRIN
a.             Kelenjar Lambung
Histamin dalam dosis lebih rendah daripada yang berpengaruh terhadap tekanan darah akan meningkatkan sekresi asam lambung. Komposisi cairan asam lambung ini berbeda-beda pada berbagai spesies dan berbagai dosis. Pada manusia Histamin menyebabkan pengeluaran pepsin, dan faktor intrinsik Castle bertambah sejalan dengan meningkatnya sekresi HCl. Ini akibat perangsangan langsung terhadap sel parietal melalui reseptor H2. Perangsangan fisiologis ini melibatkan juga asetilkolin yang dilepaskan selama aktivitas vagus, dan gastrin. Maka pada manusia dan vagitomi atau pemberian atropine, efek histamine akan menurun. Selain itu blokade reseptor H2 tidak hanya menghambat produksi asam lambung, tetapi juga mengurangi efek gastrin atau stimulasi vagal.
b.             Kelenjar Lain
Hitamin meninggikan sekresi kelenjar liur, pankreas, bronkial, dan air mata tetapi umunya efek ini lemah dan tidak tetap.

4.             UJUNG SARAF SENSORIS
Flare oleh histamine disebabkan oleh pengaruhnya pada ujung saraf yang menimbulkan refleks akson. Ini adalah suatu contoh kemampuan histamine merangsang reseptor H1 di ujung saraf sensoris. Histamin intradermal dengan cara goresan., suntikan atau iontoforesis akan menimbulkan gatal, sedangkan pemberian SK terutama dengan dosis lebih tinggi akan menimbulkan rasa sakit disertai gatal.

5.             MEDULA ADRENAL DAN GANGLIA
Selain merangsang ujung saraf sensoris, histamine dosis besar juga langsung merangsang sel kromafin medula adrenal dan sel ganglion otonom. Pada penderita feokromositoma pemberian IV histamine akan meningkatkan tekanan darah.

C.           Antihistamin
Obat yang mempunyaiefekmelawanefekhistamindengancaramemblokreseptor H1.Efekhistamin endogen dapatdihambatmelalui 3 cara:
1)   Penghambatansecarafisiologis, misaloleh adrenalin.
2)   Penghambatanpelepasan/degranulasihistaminygtimbul. Hambatanpelepasanhistaminpada proses degranulasihistamindapatterjadipadapemberiankromolin&stimulanadrenoseptorβ2.
3)   Blokadereseptorhistamin H1 denganobatantihistamin. Blokadereseptorhistamin H1 secarakompetitifdapatmenghambatefekhistamin.

1.             ANTIHISTAMIN PENGHAMBAT RESEPTOR H1 (AH1)
Umumnyadisebutobatantihistamin/ antihistaminikaialahantagonis H1 ygberaksimelaluiblokadereseptorhistamin H1. AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen.

a.    Otot polos
AH1 efektif menghambat kerja histamin pada kebanyakan otot polos (usus, bronkus). Bronkokonstriksi akibat histamin dapat dihambat oleh AH1 pada percobaan dengan marmot.
b.    Permeabilitas kapiler
Peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1.
c.    Reaksi anafilaksis dan alergi
Reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena disini bukan histamin saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin. Efek proteksi AH1 juga bervariasi antar jaringan dan antar spesies. Pada manusia, udem dan rasa gatal dipengaruhi sangat baik, hipotensi kurang dipengaruhi sedangkan bronkokonstriksi sangat sedikit dipengaruhi AH1. Udem laring dapat dilawan oleh AH1, tetapi pilihan utama pada keadaan fatal ini adalah epinefrin karena efeknya lebih cepat dan kuat. Walaupun reaksi alergi pada kulit dan mukosa manusia dihambat sangat baik oleh AH1, asma bronkial hanya sedikit dipengaruhi karena efek bronkokonstriksi terutama disebabkan oleh leukotrin.
d.   Kelenjar eksorin
Efek perangsangan histamin terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat mencegah asfiksi marmot akibat histamin, tetapi binatang ini mungkin mati karena AH1 tidak dapat mencegah perforasi lambung akibat hipersekresi cairan lambung. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
e.    Susunan saraf pusat
AH1 bisa merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasa ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Efek perangsangan ini juga dapat terjadi pada keracunan AH1. Dosis terapi AH1 dapat pula menyebabkan penghambatan SSP. Golongan etanolamin seperti difenhidramin paling jelas menimbulkn kantuk. Efek penghambatan sentral AH1 digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan. AH1 juga efektif untuk mengobati ual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain. Difenhidramin dapat mengatasi paralisis agitans, mengurangi rigiditas dan memperbaiki kelainan pergerakan.

f.     Anestesi Lokal
AH1 mempunyai sifat anestetik lokal yang bervariasi. AH1 yang baik sebagai anastesi lokal ialah prometazin dan pirilamin.
g.    Antikolinergik
Kebanyakan AH1 mempunyai sifat seperti atropin. Khasiat ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa penderita berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
h.    Sistem kardiovaskular
Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada siste kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.

a)   FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1diabsorbsi dengan baik. Efeknya timbul 15-30menit setelah pemberian maksimal 1-2 jam. Lama kerja dosis sekitar 3-6 jam (AH1) dan klorsiklizin difenhidramin diberikan secra oral akan mencapai kadar maksimala darah dalam 2jam ,dan menetap dalam 2 jam,kemudian dieliminasi kirakira 4 jam . kadar tertinggi di paru-paru sedangkan terendah di limpa, ginjal, otak, otot dan kulit. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati,tapi terdapat pula dalam paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam.
b)   EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, AH1 tidak menimbulkan efek serius dan kadang hilang . Efek samping yang sering ialah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo,tinnitus,lelah,penat,penglihatan kabur,diplopia,euphoria,gelisah,insomnia dan tremor. Efek samping lain seperti nafsu makan berkurang, mual, vomitus,konstipasi/ diare, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan, efek samping ini akan hilang saat AH1 diberikan. AH1 jarang menimbulkan komplikasi berupa leucopenia dan granulositosis.
c)    INTOKSIKASI AKUT AH1
Keracunan akut AH1 terjadi karena kecelakaan (anak),bunuh diri (dewasa). Dosis 20-30 tablet AH1 untuk anak. efek sentral AH1 merupakan efek berbahaya. Pada anak efek dominan seperti perangsangan manifestasi halusinasi, ekstasi, inkoordinasi, atetosis, dan kejang. Pada orang dewasa manifestasi keracunan berupa depresi.


d)     PENGOBATAN
Pengobatan diberikan secara suportif. Depresi SSP oleh AH1pernapasannya biasanya mengalami gangguan berat dan tekanan darah. Bila terjadi kegagalan napas dilakukan napas buatan. Bila terjadi konvulsi diberikan thiopental/ diazepam.
e)      PERHATIAN
Sopir/pekerja perlu waspada dalam penggunaan AH1tentang timbulnya kantuk. AH1sebagai campuran resep harus digunakan hati-hati karena bersifat sedatif dengan obat penenang/hipnotik sedatif.
f)       INDIKASI
AH1untuk pencegahan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah/ mengobati mabuk perjalanan.
g)      PENYAKIT ALERGI
AH1berguna mengobati alergi tipe eksudatif akut seperti polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat aktivitas farmakologi histamin. AH1tidak berpengaruh pada intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab alergi. AH1 tidak dapat melawan reaksi alergi akibat autokoid. AH1dapat mengatasi asma bronchial ringan bila diberikan profilaksis. Untuk asma berat aminofilin, epinefrin, dan isoproterenol. Pada penyakit anafilaktik, AH1sebagai tambahan epinefrin. Epinefrin merupakan obat untuk krisis alergi: 1) lebih kuat daripada AH1,2) efek cepat, 3) merupakan antagonis fisiologik dari histamine dan autokoid lain. Artinya epinefrin mengubah respon vasodilatasi akibat histamin dan autokoid menjadi vasokonstriksi. AH1 dapat menghilangkan bersin,rinore, gatal mata, hidung, dan tenggorokan penderita seasonal hay fever. AH1baik terhadap alergi oleh disebabkan debu.

2.             ANTIHISTAMIN PENGHAMBAT RESEPTOR H2 (AH2)
Reseptor Histamin H2 berperan dalam efek histamine terhadap sekresi cairan lambung, perangsang jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos pembuluh darah mempunyai  2 reseptor, yaitu H1 dan H2.
AH2  diperkenalkan tahun 1972. Obat pertama yang diperkenalkan adalah burimamid. Burimamid penggunaanya terbatas karena penyerapan oralnya tidak baik. Burimamid dan Metiamid adalah AH2 kuat yang bekerja sebagai penghambat dan bersaing terhadap  Histamin. Dosis tunggal Metiamid 400 mg peda penderita Ulkus Duodeni yang akan menurunkan sekresi asam lambung. Tetapi karena Metiamid dapat menyebabkan Agranulositosis, maka obat ini tidak digunakan dalam klinik. Yang digunakan dalam klinik untuk mengobati Ulkus Peptik adalah Simetidin dan Ranitidin.

SEMIDITIN dan RANIDITIN
a.       FARMAKODINAMIK
Semiditin dan Raniditin dapat menghambat reseptor Histamin H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung , sehingga pemberian Semiditin dan Raniditin akan menghambat sekresi cairan lambung akibat perangsangan obat Muskarinik atau Gastrin. Semiditin dan Raniditin dapat mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung.
b.      FARMAKOKINETIK
Semiditin dan Raniditin per oral akan diabsorbsi cepat dan lengkap , tetapi sedikit dikurangi bila ada makanan atau antasid. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 1-2 jam. Metabolisme lintas awal dalam hati ± 60% untuk Semiditin dan 50% untuk Raniditin. Waktu paruh Semiditin dan Raniditin ± 2-3 jam. Kedua obat ini dieliminasi melalui ginjal dan sebagian kecil melalui tinja. 60% atau lebih sisanya sebagai hasil oksidasi.
c.       EFEK SAMPING
Insiden efek kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan dengan penghambatan terhadap reseptor H2, beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping itu antara lain nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, kontipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.
Semiditin dapat mengikat reseptor androgen dengan akibat disfungsi seksual dan ginekomastia. Raniditin tidak berefek antiandrogenik sehingga pergantian terapi Raniditin akan menghilangkan impotensi dan ginekomastia. Semiditin IV merangsang sekresi prolaktin setelah pemberian Semiditin kronik secra oral. Pengaruh Raniditin terhadap peninggian prolaktin sangat kecil.
Semiditin mengikat sitokrom P-450  dan menurunkan aktivitas enzim mikrosom hati, sehingga obat lain akan terakumulasi biala diberikan bersama Semiditin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi Semiditin adalah Walfarin, Fenitoin, Teofilin, Fenobarbital, Diazepam, Propranolol dan Imippramin. Raniditin tidak mengikat sitokrom P-450 sehingga pengaruhnya terhadap enzim kecil.
Semiditin dan Raniditin cenderung menurunkan aliran darah hati sehingga memperhambat bersihan obat. Semiditin dapat mengakibatkan berbagai gangguan SSP terutama lansia atau dengan penyakit hati atau ginjal. Gejala gangguan SSP berupa bicara lemah, somnolen, letargi, gelisah, bingung, disorientiasi, agitasi, halusinasidan kejang. Raniditin menyebabkan gangguan SSP ringan, mungkin karena sukarnya melewati sawar darah otak.
Efek samping Semiditin yang jarang terjadi adalah Trombositopenia, Granulositopenia, Toksisitas terhadap ginjal atau hati. Peningkatan ringan kreatinin plasma disebabkan oleh kompetensi ekskresi Semiditin dan kreatinin. Semiditin dapat meningkatkan respons imunitas selular terutama pada individu dengan depresi system imunologik. Pemberian Semiditin dan Raniditin IV menyebabkan Bradikardi dan efek kardiotoksik lain.
d.      POSOLOGI
Semiditin tersedia dalam bentuk tablet 200, 300, dan 400 mg. Dosis untuk penderita Ulkus Duodeni dewasa 4x 300 mg (bersama makan dan sebelum tidur), atau 200 mg (bersama makan) dan 400 mg (sebelum tidur). Semiditin tersedia bentuk sirup 300 mg/5 ml, dan larutan suntik 300 mg/2 ml.
Raniditin dalam bentuk tablet 150 mg dan dalam larutan suntik 25 mg/ml, dengan dosis 50 mg IM/IV tiap 6-8 jam. Raniditin 4-10x lebih kuat daripada Semiditin sehingga diberika setengah dosis Semiditin, Raniditin efektif untuk waktu 8-12 jam dengan dosis 2x 150 mg/hari.
e.       INDIKASI
Semiditin dan Raniditin diindikasi untuk Ulkus Pepsik. Penghambatan 50% sekresi asam lambung dicapai bila kadar Semiditin plasma 800 mg/ml atau Raniditin plasma 100 mg/ml. Tetapi efek penghambatnya selama 24 jam. Semiditin 1000 mg/hari menyebabkan penurunan ± 50% dan Raniditin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70% sekresi asam lambung, sedangkan sekresi asam malam hari, menyebabkan penghambatan 70 dan 90%.

D.           Serotonin
Serotonin adalah 3- ( β –aminoetil) -5-hidroksindol. Serotonin merangsang atau menghambat otot polos dan saraf. Efeknya terlihat jelas terutama pada sistem kardiovaskular, pernafasan dan saluran cerna. Yang khas pada serotonin ialah efeknya yang berbeda-beda. Tidak hanya berbeda antar spesies, tetapi juga berbeda pada satu spesies, bahkan pada satu individu yang mengalami perbedaan berturut-turut. Ini disebabkan oleh dua faktor : (1) banyak efek serotonin yang dipengaruhi oleh cara dan kecepatan penyuntikan, keadaan anestesia, pola persarafan dan tonus spontan; dan (2) takifilaksis biasa terjadi pada percobaan yang dilakukan dengan interval pendek.
1.      PERNAFASAN
Penyuntikan serotonin IV pada anjing dan manusia biasanya menyebabkan peninggian sementara volume semenit disertai perubahan frekuensi pernafasan yang variabel. Pada dosis lebih rendah, efek yang terjadi terutama disebbkan oleh stimulasi kemoreseptor karotis dan aorta. Pengangkatan korpus karotikus pada manusia akan menghilangkan efek serotonin yang diberikan intra karotis. Serotonin menyebabkan bronkokonstriksi pada berbagai hewan dan penderita asma. Hal ini terutama karena perangsangan langsung otot polos bronkus dan sebagian kecil karena reflek. Serotonin jarang menyebabkan kematian karena cepat terjadi takifilaksis.

2.      SISTEM KARDIOVASKULAR
Efek serotonin pada sistem ini sangat unik. Efek langsung pada otot polos pembuluh darah menyebabkan vasokonstriksi atau vasodilantasi tergantung pada vaskular bed, tonus pembuluh darah dan dosis yang diberikan. Pada dosis cukup serotonin mempengaruhi transmisi ganglion dan sekresi medula andrenal. Efek tidak langsung melalui bermacam-macam ujung-ujung saraf sensoris akan menyebabkan refleks presor atau depresor. Akhirnya melalui efek langsung atau refleks, serotonin akan menaikkan atau menurunkan curah jantung.
a.         Pembuluh Darah
Serotin secara langsung menyebabkan vasokonstriksi, karena itu dinamakan juga dinamakan vasotonin. Efek fasokontriksi ini sangat jelas apabila syaraf yang mengontrol pembuluh darah itu dirusak. Pembuluh darah ginjal sangat sensitif; ini terbukti dari nekrosis korteks ginjal akibat vasokonstriksi pada hewan coba. Pembuluh darah selaput otak, paru-paru, plasenta dan umbilikus juga mengalami vasokontriksi.
Vasodilatasi terjadi pada pembuluh darah otot lurik manusia terutama bila serotin diberikan dalam dosis rendah. Juga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah kulit setelah penyuntikan intradermal atau intra-arteri. Kemerahan yang mula-mula terang segera menjadi sinosis gelap karena sragnasi darah yang mungkin disebabkan oleh venokonstriksi. Serotonin merupakan histamin liberator lemah. Serotonin menyebabkan dilatasi kuat pembuluh darah koroner.
b.         Permeabilitas kapiler
Pada binatang pengerat, serotonin menyebabkan peninggian permeabilitas kapiler yang lebih efektif daripada histamin. Pada manusia, serotonin efeknya tidak jelas.
c.         Jantung
Serotonin berkhasiat inotropik dan konotropik positif dengan intensitas yang berbeda akibat efek langsungnya pada jaringan jantung dand efek tidak langsung melalui penglepasan NE. Pada mamalia dapat teradi efek yang berlawanan akibat refleks kompensasi atas peningkatan tekanan darah atau oleh efek langsung serotonin pada berbagai ujung saraf aferen, termasuk baroreseptor, kemoreseptor, dan terutama ujung vagus pada pembuluh koroner yang menimbulkan kemorefleks koroner.
d.        Tekanan darah.
Efek serotonin terhadap tekanan darah ditentukan oleh efeknya terhadap pembuluh darah dan jantung. Pada manusia ada tiga fase efek: (1) fase depresor dini ialah akibat kemorefleks koroner ( refleks bezold-jarisch), yaitu penghambat aktivitas simpatik dan peninggian aktivitas efere vagus jantung, sehingga terjadi bradikari dan hipotensi; (2) fase fresor ialah efek langsung serotonin pada peninggian tahanan perifer total dan curah jantung; dan (3) fase depresor lanjut, yaitu efek langsung dilatasi pembuluh darah terutama pada otot lurik yang terjadi satu hingga dua menit setelah penyuntikan serotonin.
e.         Vena
Konstriksi vena biasanya terjadi pada pemberian serotonin secar infus. Konstriksi vena kecil mungkin merupakan suatu faktor penyebab sianosis.

3.      OTOT POLOS
a.       Saluran cerna
Penyuntikan serotonin IV merangsang saluran cerna. Usus halus manusia sangat sensitif; dosis besar akan menyebabkan kolik dan pengeluaran isi usus besar. Efek serotonin yang dominan terhadap otot polos saluran cerna ialah stimulasi, tetapi dapat juga terjadi relaksasi, misalnya pada kolon membawa ion Ca ke dalam sel-sel otot yang lalu mengaktifkan kompleks aktomiosin sehingga terjadi kontraksi.
Saluran cerna dirangsang secara langsung maupun melalui perangsangan sel ganglion dan ujung saraf intramural. Akibatnya terjadi peningkatan kontraksi dan tonus otot polos, kejang abdomen, nausea dan vomitus. Derajat stimulasi ini tergantung dari kadar serotonin, spesies dan bagaian saluran cerna. Penglepasan serotonin dari sel ialah untuk regulasi peristalsis. Pemberian serotonin eksogen akan menimbulkan peristalsis yang disusull dengan pengluaran serotonin endogen. Kadar serotonin meninggi dalam darah manusia pada keadaan hiperperistaltik. Pada karsinoid maligna, sel argentafin, ( kromafin ) bertambah, sintesis, penyimpanan dan penglepasan serotonin bertambah pula. Gejala dari tumor ini adalah kolik intermiten, diare, flusing, sianosis, hipertensi, takikardia, takipnea, bronkokonstriksi. Penyuntikan serotonin IV akan menyebabkan kontraksi usus bertambah. Pertama-tama terjadi spasme yang diikuti peninggian tonus dengan kontraksi propulsif yang ritmik, kemudian terjadi periode inhibisi. Usus memiliki 2 macam reseptor untuk serotonin yaitu D dan M. Peristaltik usus tergantung dari berbagai faktor : (1) sensitisasi reseptor presor intramural ; (2) permulaan terjadinya refleks dan (3) peninggian sensitivitas sel ganglion dari serat otot terhadap asetilkolin.
b.      Otot polos lain
Pemberian serotonin menimbulkan spasme otot polos bronkus, rahim dan uretra.

4.      KELENJAR EKSOKRIN
Pemberian serotonin IV dosis besar pada anjing akan mengurangi sekresi asam lambung tetapi meningkatkan sekresi mukus. Kelenjar eksokrin lain memperlihatkan respon yang bervariasi terhadap 5-HT.

5.      METABOLISME KARBOHIDRAT
Pemberian serotonin IV dosis besar pada anjing menyebabkan meningkatnya kadar gula darah, penurunan glikogen hati dan peningkatan aktivitas fosforilase. Efek ini rupa-rupanya tidak langsung melalui penglepasan epinefrin.

6.      UJUNG SARAF SENSORIS
Serotonin merangsang berbagai ujung saraf sensoris sehingga menyebabkan rasa sakit pada tempat suntikan, sesak nafas, hiperventilasi, tekanan substernal, batuk, perasaan seperti ditusuk-tusuk, nausea dan kram.

7.      GANGLIA OTONOM
Serotonin dosis tinggi memperlihatkan efek stimulasi pada ganglia otonom misalnya pada ganglion servikalis superior dan ganglion mesenterika inferior ( lihat efeknya terhadap otot polos saluran cerna ). Dosis yang lebih rendah memudahkan atau menghambat transmisi ganglion, tergantung kondisi percobaan.

8.      MEDULA ADRENAL
Bila disuntikkan pada arteri yang menuju kelenjar adrenal, serotonin menyebabkan penglepasan katekolamin. Hasil yang sama akan diperoleh bila diberikan IV dengan dosis yang sangat besar.

9.      TROMBOSIT
Efek serotonin terhadap trombosit samar-samar, antara lain menyebabkan penggumpalan trombosit. Efek ini lemah dan reversibel, mungkin disebabkan oleh pembentukan ADP karena pemasukan 5-HT.

10.  SUSUNAN SARAF PUSAT
Kadar serotonin relatif tinggi di hipotalamus dan otak tengah, sedikit pada korteks serebri dan serebelum. Serotonin berfungsi sebagai neutrotransmitor yang dilepaskan oleh syaraf yang terbesar luas dalam otak, yang mungkin merupakan daerah sasarn pelbagai obat psikoaktif (LSD, reserpin dan sebagainya). Serotonin bersifat sangat polar sehingga sehingga tidak dapat menembus sawar darah otak. Setelah penyuntikan intraserebral triptotan radioaktif; dapat dilihatnya 5-hidroksiindol asetat bila MAO dihambat,5-HT akan meninggi.

E.            Antiserotinin
Alkaloid ergot dan turunannya pertama kali dikenal sebagai penghambat serotonin (5-HT), terutama terhadap efeknya pada otot polos.
1.             KETANSERIN
Ketanserin dapat menurunkan tekanan darah pada hewan coba dan penderita hipertensi, mungkin melalui kerjanya pada reseptor 5-HT2, sehingga ketanserin mungkin akan membuka sejarah baru dalam pengobatan hipertensi atau penggunaan terapi lainnya. Walaupun demikian, mekanisme antihipertensinya masih kontroversial. Mungkin juga melalui efek penghambatan adrenoseptor alfa-1 pada pembuluh darah manusia.
2.             METISERGID
Metisergid menghambat efek vasokonstriksi dan presor serotonin pada otot polos vaskuler. Efek terhadap susunan saraf sangat kecil. Walaupun obat ini suatu derivat ergot, sifat vasokonstriksi dan oksitosiknya jauh lebih lemah daripada ergot alkaloid.
Obat ini dapat digunakan untuk mencegah serangan migren dan sakit kepala vaskular lainnya, termasuk sindrom Horton. Penggunaan profilaksis mengurangi frekuensi dan intensitas serangan sakit kepala. Rebound headache sering terjadi bila obat ini dihentikan. Metisergid tidak menolong dalam keadaan akut, bahkan merupakan kontraindikasi. Cara kerja metisergid dalam mengatasi sakit kepala vaskular tidak diketahui, hubungannya dengan serotonin masih diragukan.
Metisergid berguna untuk pengobatan diare dan malabsorbsi pada penderita karsinoid. Berguna juga pada dumping syndrome pascagastrektomi.
a.       EFEK SAMPING
Yang paling sering ialah gangguan saluran cerna berupa : heart burn, diare, kejang perut, mual dan muntah. Efek samping lainnya ialah : insomnia, nervositas, euforia, halusinasi, confusion, kelemahan badan dan nafsu makan hilang. Pada penggunaan lama mungkin timbul suatu kelainan yang agak jarang ditemukan tetapi dapat fatal, yaitu fibrosis inflamatoar (fibrosis retroperitoneal, fibrosis pleurapulmoner, fibrosis koroner dan endokardial). Biasanya fibrosis ini menghilang bila obat dihentikan, tetapi lesi pada jantung dapat menetap.
b.      POSOLOGI
Metisergid maleat yang digunakan ialah 2 mg. Dosis dewasa : 4-6 mg/hari, dibagi dalam beberapa dosis.
3.             SIPROHEPTADIN
Siproheptadin merupakan antagonis histamin dan serotonin yang kuat. Siproheptadin melawan efek bronkokonstriksi pada marmot akibat pemberian histamin, dengan potensi yang menyamai atau melampaui antihistamin yang paling kuat; juga menghambat efek bronkokonstriktot, stimulasi rahim dan udem oleh serotonin pada hewan coba dengan aktivitas yang sebanding atau melebihi LSD. Selain itu siproheptadin mempunyai aktfitas antikolinergik dan efek depresi SSP yang lemah.
Dalam klinik siproheptadin digunakan pada penyakit alergi, misalnya dermatosis pruritik yang tidak begitu baik diobati dengan antihistamin, berdasarkan aktivitas antihistaminiknya yang kuat. Berdasarkan efek serotoninnya, obat ini digunakan pada dumping syndrome pasca gastrektomi dan hipermotilitas usus pada karsinoid. Penggunaannya pada karsinoid lambung berdasarkan kedua efek tersebut.
a.       EFEK SAMPING
           Yang paling menonjol ialah perasaan mengantuk. Efek samping lain yang jarang terjadi ialah : mulut kering, anoreksia, nausea, pusing dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan ataksia. Yang menarik perhatian, siproheptadin sering menyebabkan berat badan bertambah, yang pada anak-anak disertai dengan percepatan pertumbuhan. Mekanismenya mungkin melalui perubahan pengaturan sekresi hormon pertumuhan. Penggunaannya dalam klinik sebagai penambah nafsu makan diragukan.
b.      POSOLOGI
           Siproheptadin hidroklorida, dalam bentuk tablet 4 mg dan sirup yang mengandung 2 mg/5 ml. Dosis dewasa : 3-4 kali sehari 4 mg dengan dosis total tidak lebih dari 0,5 mg/kgBB.























DAFTAR PUSTAKA

Sjamsudin Udin dan F.D. Suyatna. 1987. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar