AUTAKOID DAN ANTAGONIS
A.
Autakoid
Substansi
(kimia) selain transmitor yang secara normal ada di dalam tubuh dan punya peran
atau fungsi fisiologik penting baik dalam keadaan normal (sehat) maupun
patologik (sakit).
B.
Histamin
Histamin
atau beta-imidazoliletilamin ialah 4 (2-aminoetil)-imidoazol, yang dibentuk
dari asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase. Histamin dan serotonin (5-hydroxytryptamine) : amin
biologik yang terdapat dalam berbagai macam jaringan yang penting dalam fungsi
fisiologik.
Efek histamin timbul melalui aktivasi reseptor
histaminergik H1 dan H2. Histamin
menyebabkan kontraksi otot polos antara lain bronkus dan usus; tetapi juga
menyebabkan relaksasi kuat pada otot polos lain, misalnya pembuluh darah kecil.
Selain itu histamin merupakan perangsang kuat sekresi asam lambung dan kelenjar
eksokrin lain. Efek bronkokonstriksi dan kontraksi usus histamin dapat dihambat
oleh antihistamin yang sudah dikenal lama seperti pirilamin dan diperantarai
oleh reseptor H1. Oleh karena itu antihistamin yang klasik ini disebut
antagonis reseptor H1 (AH1). Sedangkan efek histamin terhadap sekresi asam
lambung yang diperantarai oleh reseptor H2 hanhya dapat dihambat oleh kelompok
antihistamin lain yaitu burimamid, metiamid, dan simetidin yang disebut
antagonis reseptor h2 (AH2). Efek hipotensi histamin akibat vasodilatasi
pembuluh darah diperantarai oleh reseptor H1 dan H2, efek ini hanya dapat
dihilangkan dengan pemeriksaan kombinas AH1 dan AH2.
Pengalaman
singkat dengan antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2), tidak cukup untuk
membagi semua efek histamine berdasarkan kerja pada reseptor H1 dan H2. Menurut
laporan terakhir, reseptor H2 sangat erat hubungannya dengab efek histamine
terhadap sekresi cairan lambung. Reseptor H2 juga berperan terhadap
perangsangan jantung, relaksasi uterus tikus dan bronkus domba akibat histamine.
Efek histamine pada pembuluh darah yang tibul melalui pembuluh darah yang
timbul melalui perangsangan reseptor H1 dan H2 agaknya bekerja sinergistik
dalam menyebabkan vasodilatasi dan udem.
1.
SISTEM
KARDIOVASKULAR
a.
Dilatasi Kapiler
Efek
histamine yang terpenting pada manusia adalah dilatasi kapiler (arteriol dan
venul), dengan akibat kemerahan dan rasa panas di daerah muka (blushing area),
menurunnya resistensi perifer dan tekanan darah. Afinitas histamine terhadap
reseptor H1 amat kuat, efek vasodilatasi cepat timbul dan berlangsung singkat.
Sebaliknya pengaruh histamine terhadap reseptor H2, menyebabkan vasodilatasi
yang timbul lebih lambat dan berlangsung lebih lama. Akibatnya pemberian AH1,
dosis kecil hanya dapat menghilangkan efek dilatasi oleh histamine dalam jumlah
kecil, sedangkan histamine dalam jumlah besar hanya dapat dihambat oleh
kombinasi AH2 dan AH1.
b.
Permeabilitas Kapiler
Histamin
meningkatkan permeabilitas kapiler dan ini meruoakan efek sekunder terhadap
pembuluh darah kecil. Akibatnya protein dan cairan plasma keluar ke ruangan
ekstrasel dan menimbulkan udem. Efek ini jelas disebabkan oleh peranan
histamine terhadap reseptor H1.
c.
Triple Response
Bila
histamine disuntikkan intradermal pada manusia akan timbul tiga tanda khas yang
disebut triple respose dari Lewis,
yaitu: (1) bercak merah setempat beberapa mm sekeliling tempat suntikan yang
timbul beberapa detik setelah suntikan. Hal ini disebabkan oleh dilatasi local
kapiler, venul dan arteriol terminal akibat efek langsung histamine. Daerah
tersebut dalam satu menit menjadi kebiruan atau tidak jelas lagi karena adanay
udem; (2) Flare, berupa kemerahan
yang lebih terang dengan bentuk tidak teratur dan menyebar ± 1 cm sekitar
bercak awal. Ini disebabkan oleh dilatasi arteriol yang berdekatan akibat
refleks akson; (3) Udem setempat (wheal) yang dapat dilihat setelah 1-2 m3nit
pada daerah bercak awal. Udem ini menunjukkan meningkatnya permeabilitas oleh
histamine.
d.
Pembuluh Darah Besar
Histamin cenderung menyebabkan
konstriksi pembuluh darah besar; pada beberapa spesies efek ini lebih kuat.
Pada binatang mengerat, konstriksi juga terjadi pada pembuluh darah yang lebih
kecil, bahkan pada dosis yang besar vasokonstriksi menutupi efek vasodilatasi
kapiler sehingga justru terjadi peningkatan resistensi perifer.
e.
Jantung
Histamin mempengaruhi langsung
konstraktilitas ddan kelistrikan jantung. Obat ini mempercepat depolarisasi
diastol di nodus SA sehingga frekuensi denyut jantung meningkat. Histamine juga
memperlambat konduksi AV, meningkatkan automatisitas jantung sehingga pada
dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia. Semua efek ini terjadi melalui
perangsangan reseptor H1 di jantung, kecuali perlambatan konduksi AV yang
terjadi lewat perangsangan reseptor H2.
Tetapi dosid konvensional histamine
IV tidak menimbulkan efek yang nyata terhadap jantung. Bertambahnya frekuensi
denyut dan curah jantung pada pemberian infuse histamine disebabkan oleh
refleks kompensasi terhadap penurunan tekanan darah.
f.
Tekanan Darah
Pada manusia dan beberapa spesies
lain, dilatasi arteriol dan kapiler akibat histamine dosis sedang menyebabkan
penurunan tekanan darah sistemik yang kembali normal setelah terjadi refleks
kompensasi atau setelah histamine dihancurkan. Bila dosis histamine sangat
besar maka hipotensi tidak dapat diatasi dan dapat terjadi syok histamine.
2.
OTOT
POLOS EKSTRAVASKULAR
Histamin merangsang atau menghambat
kontraksi berbagai otot polos. Kontraksi otot polos terjadi akibat aktivasi
reseptor H1, sedangkan relaksasi otot polos sebagian besar akibat aktivasi
reseptor H2. Pada orang sehat bronkokonstriksi akibat histamine tidak tidak
begitu nyata, tetapi pada penderita asma bronchial dan penyakit paru lain efek
ini sangat jelas. Histamin menyebabkan bronkokonstiksi pada marmot walaupun
dengan dosis kecil, sebaliknya histamine menyebakan relaksasi bronkus domba dan
trakea kucing. Histamin pada uterus manusia tidak menimbulkan oksitosik yang
berarti. Histamin terhadap usus bersifat spasmogenik secara langsung.
3.
KELENJAR
EKSOKRIN
a.
Kelenjar Lambung
Histamin dalam dosis lebih rendah
daripada yang berpengaruh terhadap tekanan darah akan meningkatkan sekresi asam
lambung. Komposisi cairan asam lambung ini berbeda-beda pada berbagai spesies
dan berbagai dosis. Pada manusia Histamin menyebabkan pengeluaran pepsin, dan
faktor intrinsik Castle bertambah sejalan dengan meningkatnya sekresi HCl. Ini
akibat perangsangan langsung terhadap sel parietal melalui reseptor H2.
Perangsangan fisiologis ini melibatkan juga asetilkolin yang dilepaskan selama
aktivitas vagus, dan gastrin. Maka pada manusia dan vagitomi atau pemberian
atropine, efek histamine akan menurun. Selain itu blokade reseptor H2 tidak
hanya menghambat produksi asam lambung, tetapi juga mengurangi efek gastrin
atau stimulasi vagal.
b.
Kelenjar Lain
Hitamin meninggikan sekresi
kelenjar liur, pankreas, bronkial, dan air mata tetapi umunya efek ini lemah
dan tidak tetap.
4.
UJUNG
SARAF SENSORIS
Flare
oleh
histamine disebabkan oleh pengaruhnya pada ujung saraf yang menimbulkan refleks
akson. Ini adalah suatu contoh kemampuan histamine merangsang reseptor H1 di
ujung saraf sensoris. Histamin intradermal dengan cara goresan., suntikan atau
iontoforesis akan menimbulkan gatal, sedangkan pemberian SK terutama dengan
dosis lebih tinggi akan menimbulkan rasa sakit disertai gatal.
5.
MEDULA
ADRENAL DAN GANGLIA
Selain merangsang ujung saraf
sensoris, histamine dosis besar juga langsung merangsang sel kromafin medula
adrenal dan sel ganglion otonom. Pada penderita feokromositoma pemberian IV
histamine akan meningkatkan tekanan darah.
C.
Antihistamin
Obat yang
mempunyaiefekmelawanefekhistamindengancaramemblokreseptor H1.Efekhistamin
endogen dapatdihambatmelalui 3 cara:
1) Penghambatansecarafisiologis, misaloleh adrenalin.
2) Penghambatanpelepasan/degranulasihistaminygtimbul. Hambatanpelepasanhistaminpada
proses
degranulasihistamindapatterjadipadapemberiankromolin&stimulanadrenoseptorβ2.
3) Blokadereseptorhistamin H1 denganobatantihistamin.
Blokadereseptorhistamin H1 secarakompetitifdapatmenghambatefekhistamin.
1.
ANTIHISTAMIN
PENGHAMBAT RESEPTOR H1 (AH1)
Umumnyadisebutobatantihistamin/
antihistaminikaialahantagonis H1 ygberaksimelaluiblokadereseptorhistamin H1.
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin
endogen.
a.
Otot polos
AH1
efektif menghambat kerja histamin pada kebanyakan otot polos (usus, bronkus).
Bronkokonstriksi akibat histamin dapat dihambat oleh AH1 pada
percobaan dengan marmot.
b.
Permeabilitas kapiler
Peninggian
permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif
oleh AH1.
c.
Reaksi anafilaksis dan alergi
Reaksi
anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1,
karena disini bukan histamin saja yang berperan tetapi autakoid lain juga
dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas
berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin. Efek proteksi AH1
juga bervariasi antar jaringan dan antar spesies. Pada manusia, udem dan rasa
gatal dipengaruhi sangat baik, hipotensi kurang dipengaruhi sedangkan
bronkokonstriksi sangat sedikit dipengaruhi AH1. Udem laring dapat
dilawan oleh AH1, tetapi pilihan utama pada keadaan fatal ini adalah
epinefrin karena efeknya lebih cepat dan kuat. Walaupun reaksi alergi pada
kulit dan mukosa manusia dihambat sangat baik oleh AH1, asma
bronkial hanya sedikit dipengaruhi karena efek bronkokonstriksi terutama
disebabkan oleh leukotrin.
d.
Kelenjar eksorin
Efek
perangsangan histamin terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh
AH1. AH1 dapat mencegah asfiksi marmot akibat histamin,
tetapi binatang ini mungkin mati karena AH1 tidak dapat mencegah
perforasi lambung akibat hipersekresi cairan lambung. AH1 dapat
menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamin.
e.
Susunan saraf pusat
AH1
bisa merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang
terlihat dengan dosis AH1 biasa ialah insomnia, gelisah dan
eksitasi. Efek perangsangan ini juga dapat terjadi pada keracunan AH1.
Dosis terapi AH1 dapat pula menyebabkan penghambatan SSP. Golongan
etanolamin seperti difenhidramin paling jelas menimbulkn kantuk. Efek
penghambatan sentral AH1 digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan.
AH1 juga efektif untuk mengobati ual dan muntah akibat peradangan
labirin atau sebab lain. Difenhidramin dapat mengatasi paralisis agitans,
mengurangi rigiditas dan memperbaiki kelainan pergerakan.
f.
Anestesi Lokal
AH1
mempunyai sifat anestetik lokal yang bervariasi. AH1 yang baik
sebagai anastesi lokal ialah prometazin dan pirilamin.
g.
Antikolinergik
Kebanyakan
AH1 mempunyai sifat seperti atropin. Khasiat ini tidak memadai untuk terapi,
tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa penderita berupa
mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
h.
Sistem kardiovaskular
Dalam
dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada siste
kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada
konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya.
a) FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau
parenteral, AH1diabsorbsi dengan baik. Efeknya timbul 15-30menit
setelah pemberian maksimal 1-2 jam. Lama kerja dosis sekitar 3-6 jam (AH1)
dan klorsiklizin difenhidramin diberikan secra oral akan mencapai kadar
maksimala darah dalam 2jam ,dan menetap dalam 2 jam,kemudian dieliminasi
kirakira 4 jam . kadar tertinggi di paru-paru sedangkan terendah di limpa,
ginjal, otak, otot dan kulit. Tempat utama biotransformasi AH1
adalah hati,tapi terdapat pula dalam paru dan ginjal. AH1 diekskresi
melalui urin setelah 24 jam.
b) EFEK SAMPING
Pada
dosis terapi, AH1 tidak menimbulkan efek serius dan kadang hilang .
Efek samping yang sering ialah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan
efek sentral AH1 ialah vertigo,tinnitus,lelah,penat,penglihatan
kabur,diplopia,euphoria,gelisah,insomnia dan tremor. Efek samping lain seperti
nafsu makan berkurang, mual, vomitus,konstipasi/ diare, mulut kering, disuria,
palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan, efek
samping ini akan hilang saat AH1 diberikan. AH1 jarang
menimbulkan komplikasi berupa leucopenia dan granulositosis.
c) INTOKSIKASI AKUT AH1
Keracunan
akut AH1 terjadi karena kecelakaan (anak),bunuh diri (dewasa). Dosis 20-30
tablet AH1 untuk anak. efek sentral AH1 merupakan efek berbahaya.
Pada anak efek dominan seperti perangsangan manifestasi halusinasi, ekstasi,
inkoordinasi, atetosis, dan kejang. Pada orang dewasa manifestasi keracunan
berupa depresi.
d) PENGOBATAN
Pengobatan diberikan secara
suportif. Depresi SSP oleh AH1pernapasannya biasanya mengalami
gangguan berat dan tekanan darah. Bila terjadi kegagalan napas dilakukan napas
buatan. Bila terjadi konvulsi diberikan thiopental/ diazepam.
e) PERHATIAN
Sopir/pekerja perlu waspada dalam
penggunaan AH1tentang timbulnya kantuk. AH1sebagai
campuran resep harus digunakan hati-hati karena bersifat sedatif dengan obat
penenang/hipnotik sedatif.
f) INDIKASI
AH1untuk pencegahan
simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah/ mengobati mabuk perjalanan.
g) PENYAKIT ALERGI
AH1berguna mengobati
alergi tipe eksudatif akut seperti polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat
paliatif, membatasi dan menghambat aktivitas farmakologi histamin. AH1tidak
berpengaruh pada intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab
alergi. AH1 tidak dapat melawan reaksi alergi akibat autokoid. AH1dapat
mengatasi asma bronchial ringan bila diberikan profilaksis. Untuk asma berat
aminofilin, epinefrin, dan isoproterenol. Pada penyakit anafilaktik, AH1sebagai
tambahan epinefrin. Epinefrin merupakan obat untuk krisis alergi: 1) lebih kuat
daripada AH1,2) efek cepat, 3) merupakan antagonis fisiologik dari
histamine dan autokoid lain. Artinya epinefrin mengubah respon vasodilatasi
akibat histamin dan autokoid menjadi vasokonstriksi. AH1 dapat
menghilangkan bersin,rinore, gatal mata, hidung, dan tenggorokan penderita
seasonal hay fever. AH1baik terhadap alergi oleh disebabkan debu.
2.
ANTIHISTAMIN
PENGHAMBAT RESEPTOR H2 (AH2)
Reseptor Histamin H2 berperan
dalam efek histamine terhadap sekresi cairan lambung, perangsang jantung serta
relaksasi uterus tikus dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos
pembuluh darah mempunyai 2 reseptor,
yaitu H1 dan H2.
AH2 diperkenalkan tahun 1972. Obat pertama yang
diperkenalkan adalah burimamid. Burimamid penggunaanya terbatas karena
penyerapan oralnya tidak baik. Burimamid dan Metiamid adalah AH2 kuat
yang bekerja sebagai penghambat dan bersaing terhadap Histamin. Dosis tunggal Metiamid 400 mg peda
penderita Ulkus Duodeni yang akan menurunkan sekresi asam lambung. Tetapi
karena Metiamid dapat menyebabkan Agranulositosis, maka obat ini tidak
digunakan dalam klinik. Yang digunakan dalam klinik untuk mengobati Ulkus
Peptik adalah Simetidin dan Ranitidin.
SEMIDITIN
dan RANIDITIN
a.
FARMAKODINAMIK
Semiditin
dan Raniditin dapat menghambat reseptor Histamin H2 secara selektif
dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung
, sehingga pemberian Semiditin dan Raniditin akan menghambat sekresi cairan
lambung akibat perangsangan obat Muskarinik atau Gastrin. Semiditin dan
Raniditin dapat mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung.
b.
FARMAKOKINETIK
Semiditin
dan Raniditin per oral akan diabsorbsi cepat dan lengkap , tetapi sedikit
dikurangi bila ada makanan atau antasid. Kadar puncak dalam plasma dicapai
dalam 1-2 jam. Metabolisme lintas awal dalam hati ± 60% untuk Semiditin dan 50%
untuk Raniditin. Waktu paruh Semiditin dan Raniditin ± 2-3 jam. Kedua obat ini
dieliminasi melalui ginjal dan sebagian kecil melalui tinja. 60% atau lebih
sisanya sebagai hasil oksidasi.
c.
EFEK SAMPING
Insiden
efek kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan dengan penghambatan terhadap
reseptor H2, beberapa efek samping lain tidak berhubungan dengan
penghambatan reseptor. Efek samping itu antara lain nyeri kepala, pusing,
malaise, mialgia, mual, diare, kontipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan
libido dan impoten.
Semiditin
dapat mengikat reseptor androgen dengan akibat disfungsi seksual dan
ginekomastia. Raniditin tidak berefek antiandrogenik sehingga pergantian terapi
Raniditin akan menghilangkan impotensi dan ginekomastia. Semiditin IV
merangsang sekresi prolaktin setelah pemberian Semiditin kronik secra oral.
Pengaruh Raniditin terhadap peninggian prolaktin sangat kecil.
Semiditin
mengikat sitokrom P-450 dan menurunkan
aktivitas enzim mikrosom hati, sehingga obat lain akan terakumulasi biala
diberikan bersama Semiditin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi Semiditin adalah
Walfarin, Fenitoin, Teofilin, Fenobarbital, Diazepam, Propranolol dan
Imippramin. Raniditin tidak mengikat sitokrom P-450 sehingga pengaruhnya
terhadap enzim kecil.
Semiditin
dan Raniditin cenderung menurunkan aliran darah hati sehingga memperhambat
bersihan obat. Semiditin dapat mengakibatkan berbagai gangguan SSP terutama
lansia atau dengan penyakit hati atau ginjal. Gejala gangguan SSP berupa bicara
lemah, somnolen, letargi, gelisah, bingung, disorientiasi, agitasi,
halusinasidan kejang. Raniditin menyebabkan gangguan SSP ringan, mungkin karena
sukarnya melewati sawar darah otak.
Efek
samping Semiditin yang jarang terjadi adalah Trombositopenia, Granulositopenia,
Toksisitas terhadap ginjal atau hati. Peningkatan ringan kreatinin plasma
disebabkan oleh kompetensi ekskresi Semiditin dan kreatinin. Semiditin dapat
meningkatkan respons imunitas selular terutama pada individu dengan depresi
system imunologik. Pemberian Semiditin dan Raniditin IV menyebabkan Bradikardi
dan efek kardiotoksik lain.
d.
POSOLOGI
Semiditin
tersedia dalam bentuk tablet 200, 300, dan 400 mg. Dosis untuk penderita Ulkus
Duodeni dewasa 4x 300 mg (bersama makan dan sebelum tidur), atau 200 mg
(bersama makan) dan 400 mg (sebelum tidur). Semiditin tersedia bentuk sirup 300
mg/5 ml, dan larutan suntik 300 mg/2 ml.
Raniditin
dalam bentuk tablet 150 mg dan dalam larutan suntik 25 mg/ml, dengan dosis 50
mg IM/IV tiap 6-8 jam. Raniditin 4-10x lebih kuat daripada Semiditin sehingga
diberika setengah dosis Semiditin, Raniditin efektif untuk waktu 8-12 jam
dengan dosis 2x 150 mg/hari.
e.
INDIKASI
Semiditin
dan Raniditin diindikasi untuk Ulkus Pepsik. Penghambatan 50% sekresi asam
lambung dicapai bila kadar Semiditin plasma 800 mg/ml atau Raniditin plasma 100
mg/ml. Tetapi efek penghambatnya selama 24 jam. Semiditin 1000 mg/hari
menyebabkan penurunan ± 50% dan Raniditin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70%
sekresi asam lambung, sedangkan sekresi asam malam hari, menyebabkan
penghambatan 70 dan 90%.
D.
Serotonin
Serotonin adalah 3- ( β –aminoetil)
-5-hidroksindol. Serotonin merangsang atau menghambat otot polos dan saraf.
Efeknya terlihat jelas terutama pada sistem kardiovaskular, pernafasan dan
saluran cerna. Yang khas pada serotonin ialah efeknya yang berbeda-beda. Tidak
hanya berbeda antar spesies, tetapi juga berbeda pada satu spesies, bahkan pada
satu individu yang mengalami perbedaan berturut-turut. Ini disebabkan oleh dua
faktor : (1) banyak efek serotonin yang dipengaruhi oleh cara dan kecepatan
penyuntikan, keadaan anestesia, pola persarafan dan tonus spontan; dan (2)
takifilaksis biasa terjadi pada percobaan yang dilakukan dengan interval
pendek.
1. PERNAFASAN
Penyuntikan
serotonin IV pada anjing dan manusia biasanya menyebabkan peninggian sementara
volume semenit disertai perubahan frekuensi pernafasan yang variabel. Pada
dosis lebih rendah, efek yang terjadi terutama disebbkan oleh stimulasi
kemoreseptor karotis dan aorta. Pengangkatan korpus karotikus pada manusia akan
menghilangkan efek serotonin yang diberikan intra karotis. Serotonin menyebabkan
bronkokonstriksi pada berbagai hewan dan penderita asma. Hal ini terutama
karena perangsangan langsung otot polos bronkus dan sebagian kecil karena
reflek. Serotonin jarang menyebabkan kematian karena cepat terjadi
takifilaksis.
2. SISTEM KARDIOVASKULAR
Efek
serotonin pada sistem ini sangat unik. Efek langsung pada otot polos pembuluh
darah menyebabkan vasokonstriksi atau vasodilantasi tergantung pada vaskular
bed, tonus pembuluh darah dan dosis yang diberikan. Pada dosis cukup serotonin
mempengaruhi transmisi ganglion dan sekresi medula andrenal. Efek tidak
langsung melalui bermacam-macam ujung-ujung saraf sensoris akan menyebabkan
refleks presor atau depresor. Akhirnya melalui efek langsung atau refleks,
serotonin akan menaikkan atau menurunkan curah jantung.
a.
Pembuluh Darah
Serotin
secara langsung menyebabkan vasokonstriksi,
karena itu dinamakan juga dinamakan vasotonin. Efek fasokontriksi ini
sangat jelas apabila syaraf yang mengontrol pembuluh darah itu dirusak.
Pembuluh darah ginjal sangat sensitif; ini terbukti dari nekrosis korteks
ginjal akibat vasokonstriksi pada hewan coba. Pembuluh darah selaput otak,
paru-paru, plasenta dan umbilikus juga mengalami vasokontriksi.
Vasodilatasi
terjadi pada pembuluh darah otot lurik manusia terutama bila serotin diberikan
dalam dosis rendah. Juga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah kulit setelah
penyuntikan intradermal atau intra-arteri. Kemerahan yang mula-mula terang
segera menjadi sinosis gelap karena sragnasi darah yang mungkin disebabkan oleh
venokonstriksi. Serotonin merupakan histamin
liberator lemah. Serotonin menyebabkan dilatasi kuat pembuluh darah
koroner.
b.
Permeabilitas kapiler
Pada
binatang pengerat, serotonin menyebabkan peninggian permeabilitas kapiler yang
lebih efektif daripada histamin. Pada manusia, serotonin efeknya tidak jelas.
c.
Jantung
Serotonin
berkhasiat inotropik dan konotropik positif dengan intensitas yang berbeda
akibat efek langsungnya pada jaringan jantung dand efek tidak langsung melalui
penglepasan NE. Pada mamalia dapat teradi efek yang berlawanan akibat refleks
kompensasi atas peningkatan tekanan darah atau oleh efek langsung serotonin
pada berbagai ujung saraf aferen, termasuk baroreseptor, kemoreseptor, dan
terutama ujung vagus pada pembuluh koroner yang menimbulkan kemorefleks
koroner.
d.
Tekanan darah.
Efek
serotonin terhadap tekanan darah ditentukan oleh efeknya terhadap pembuluh
darah dan jantung. Pada manusia ada tiga fase efek: (1) fase depresor dini
ialah akibat kemorefleks koroner ( refleks bezold-jarisch), yaitu penghambat
aktivitas simpatik dan peninggian aktivitas efere vagus jantung, sehingga
terjadi bradikari dan hipotensi; (2) fase fresor ialah efek langsung serotonin
pada peninggian tahanan perifer total dan curah jantung; dan (3) fase depresor
lanjut, yaitu efek langsung dilatasi pembuluh darah terutama pada otot lurik
yang terjadi satu hingga dua menit setelah penyuntikan serotonin.
e.
Vena
Konstriksi
vena biasanya terjadi pada pemberian serotonin secar infus. Konstriksi vena
kecil mungkin merupakan suatu faktor penyebab sianosis.
3. OTOT POLOS
a.
Saluran cerna
Penyuntikan
serotonin IV merangsang saluran cerna. Usus halus manusia sangat sensitif;
dosis besar akan menyebabkan kolik dan pengeluaran isi usus besar. Efek
serotonin yang dominan terhadap otot polos saluran cerna ialah stimulasi,
tetapi dapat juga terjadi relaksasi, misalnya pada kolon membawa ion Ca ke
dalam sel-sel otot yang lalu mengaktifkan kompleks aktomiosin sehingga terjadi
kontraksi.
Saluran
cerna dirangsang secara langsung maupun melalui perangsangan sel ganglion dan
ujung saraf intramural. Akibatnya terjadi peningkatan kontraksi dan tonus otot
polos, kejang abdomen, nausea dan vomitus. Derajat stimulasi ini tergantung
dari kadar serotonin, spesies dan bagaian saluran cerna. Penglepasan serotonin
dari sel ialah untuk regulasi peristalsis. Pemberian serotonin eksogen akan
menimbulkan peristalsis yang disusull dengan pengluaran serotonin endogen.
Kadar serotonin meninggi dalam darah manusia pada keadaan hiperperistaltik.
Pada karsinoid maligna, sel argentafin, ( kromafin ) bertambah, sintesis,
penyimpanan dan penglepasan serotonin bertambah pula. Gejala dari tumor ini
adalah kolik intermiten, diare, flusing, sianosis, hipertensi, takikardia,
takipnea, bronkokonstriksi. Penyuntikan serotonin IV akan menyebabkan kontraksi
usus bertambah. Pertama-tama terjadi spasme yang diikuti peninggian tonus
dengan kontraksi propulsif yang ritmik, kemudian terjadi periode inhibisi. Usus
memiliki 2 macam reseptor untuk serotonin yaitu D dan M. Peristaltik usus
tergantung dari berbagai faktor : (1) sensitisasi reseptor presor intramural ;
(2) permulaan terjadinya refleks dan (3) peninggian sensitivitas sel ganglion
dari serat otot terhadap asetilkolin.
b.
Otot polos lain
Pemberian
serotonin menimbulkan spasme otot polos bronkus, rahim dan uretra.
4. KELENJAR EKSOKRIN
Pemberian
serotonin IV dosis besar pada anjing akan mengurangi sekresi asam lambung
tetapi meningkatkan sekresi mukus. Kelenjar eksokrin lain memperlihatkan respon
yang bervariasi terhadap 5-HT.
5. METABOLISME KARBOHIDRAT
Pemberian
serotonin IV dosis besar pada anjing menyebabkan meningkatnya kadar gula darah,
penurunan glikogen hati dan peningkatan aktivitas fosforilase. Efek ini
rupa-rupanya tidak langsung melalui penglepasan epinefrin.
6. UJUNG SARAF SENSORIS
Serotonin
merangsang berbagai ujung saraf sensoris sehingga menyebabkan rasa sakit pada
tempat suntikan, sesak nafas, hiperventilasi, tekanan substernal, batuk,
perasaan seperti ditusuk-tusuk, nausea dan kram.
7. GANGLIA OTONOM
Serotonin
dosis tinggi memperlihatkan efek stimulasi pada ganglia otonom misalnya pada
ganglion servikalis superior dan ganglion mesenterika inferior ( lihat efeknya
terhadap otot polos saluran cerna ). Dosis yang lebih rendah memudahkan atau
menghambat transmisi ganglion, tergantung kondisi percobaan.
8. MEDULA ADRENAL
Bila
disuntikkan pada arteri yang menuju kelenjar adrenal, serotonin menyebabkan
penglepasan katekolamin. Hasil yang sama akan diperoleh bila diberikan IV
dengan dosis yang sangat besar.
9. TROMBOSIT
Efek
serotonin terhadap trombosit samar-samar, antara lain menyebabkan penggumpalan
trombosit. Efek ini lemah dan reversibel, mungkin disebabkan oleh pembentukan
ADP karena pemasukan 5-HT.
10. SUSUNAN SARAF PUSAT
Kadar
serotonin relatif tinggi di hipotalamus dan otak tengah, sedikit pada korteks
serebri dan serebelum. Serotonin berfungsi sebagai neutrotransmitor yang dilepaskan
oleh syaraf yang terbesar luas dalam otak, yang mungkin merupakan daerah sasarn
pelbagai obat psikoaktif (LSD, reserpin dan sebagainya). Serotonin bersifat
sangat polar sehingga sehingga tidak dapat menembus sawar darah otak. Setelah
penyuntikan intraserebral triptotan radioaktif; dapat dilihatnya
5-hidroksiindol asetat bila MAO dihambat,5-HT akan meninggi.
E.
Antiserotinin
Alkaloid
ergot dan turunannya pertama kali dikenal sebagai penghambat serotonin (5-HT),
terutama terhadap efeknya pada otot polos.
1.
KETANSERIN
Ketanserin
dapat menurunkan tekanan darah pada hewan coba dan penderita hipertensi,
mungkin melalui kerjanya pada reseptor 5-HT2, sehingga ketanserin
mungkin akan membuka sejarah baru dalam pengobatan hipertensi atau penggunaan
terapi lainnya. Walaupun demikian, mekanisme antihipertensinya masih
kontroversial. Mungkin juga melalui efek penghambatan adrenoseptor alfa-1 pada
pembuluh darah manusia.
2.
METISERGID
Metisergid
menghambat efek vasokonstriksi dan presor serotonin pada otot polos vaskuler. Efek
terhadap susunan saraf sangat kecil. Walaupun obat ini suatu derivat ergot,
sifat vasokonstriksi dan oksitosiknya jauh lebih lemah daripada ergot alkaloid.
Obat
ini dapat digunakan untuk mencegah serangan migren dan sakit kepala vaskular
lainnya, termasuk sindrom Horton. Penggunaan profilaksis mengurangi frekuensi
dan intensitas serangan sakit kepala. Rebound
headache sering terjadi bila obat ini dihentikan. Metisergid tidak menolong
dalam keadaan akut, bahkan merupakan kontraindikasi. Cara kerja metisergid
dalam mengatasi sakit kepala vaskular tidak diketahui, hubungannya dengan
serotonin masih diragukan.
Metisergid
berguna untuk pengobatan diare dan malabsorbsi pada penderita karsinoid.
Berguna juga pada dumping syndrome
pascagastrektomi.
a.
EFEK
SAMPING
Yang
paling sering ialah gangguan saluran cerna berupa : heart burn, diare, kejang perut, mual dan muntah. Efek samping
lainnya ialah : insomnia, nervositas, euforia, halusinasi, confusion, kelemahan
badan dan nafsu makan hilang. Pada penggunaan lama mungkin timbul suatu
kelainan yang agak jarang ditemukan tetapi dapat fatal, yaitu fibrosis
inflamatoar (fibrosis retroperitoneal, fibrosis pleurapulmoner, fibrosis koroner
dan endokardial). Biasanya fibrosis ini menghilang bila obat dihentikan, tetapi
lesi pada jantung dapat menetap.
b.
POSOLOGI
Metisergid
maleat yang digunakan ialah 2 mg. Dosis dewasa : 4-6 mg/hari, dibagi dalam
beberapa dosis.
3.
SIPROHEPTADIN
Siproheptadin merupakan antagonis
histamin dan serotonin yang kuat. Siproheptadin melawan efek bronkokonstriksi
pada marmot akibat pemberian histamin, dengan potensi yang menyamai atau
melampaui antihistamin yang paling kuat; juga menghambat efek bronkokonstriktot,
stimulasi rahim dan udem oleh serotonin pada hewan coba dengan aktivitas yang
sebanding atau melebihi LSD. Selain itu siproheptadin mempunyai aktfitas
antikolinergik dan efek depresi SSP yang lemah.
Dalam klinik siproheptadin digunakan
pada penyakit alergi, misalnya dermatosis pruritik yang tidak begitu baik
diobati dengan antihistamin, berdasarkan aktivitas antihistaminiknya yang kuat.
Berdasarkan efek serotoninnya, obat ini digunakan pada dumping syndrome pasca gastrektomi dan hipermotilitas usus pada
karsinoid. Penggunaannya pada karsinoid lambung berdasarkan kedua efek
tersebut.
a. EFEK
SAMPING
Yang paling menonjol ialah perasaan
mengantuk. Efek samping lain yang jarang terjadi ialah : mulut kering,
anoreksia, nausea, pusing dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan ataksia. Yang
menarik perhatian, siproheptadin sering menyebabkan berat badan bertambah, yang
pada anak-anak disertai dengan percepatan pertumbuhan. Mekanismenya mungkin
melalui perubahan pengaturan sekresi hormon pertumuhan. Penggunaannya dalam
klinik sebagai penambah nafsu makan diragukan.
b. POSOLOGI
Siproheptadin hidroklorida, dalam
bentuk tablet 4 mg dan sirup yang mengandung 2 mg/5 ml. Dosis dewasa : 3-4 kali
sehari 4 mg dengan dosis total tidak lebih dari 0,5 mg/kgBB.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsudin Udin dan F.D. Suyatna.
1987. Farmakologi dan Terapi. Jakarta
: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar